DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Pembelajaran
merupakan suatu rangkaian proses dan kegiatan untuk memajukan serta
meningkatkan kompetensi dari peserta didik sehingga nantinya peserta didik
memiliki bekal dan skill dalam menghadapi persaingan pada dunia kerja atau
setelah proses pembelajaran berakhir. Proses pembelajaran merupakan tonggak
utama dalam pelaksanaan pendidikan. Dengan kata lain apabila dalam proses
pembelajaran terjadi hambatan atau gangguan akan berdampak pada penurunan
kualitas pendidikan. Pembelajaran tidak akan lengkap apabila tidak diikuti oleh
perencanaan yang matang serta menggunakan teknik dan komponen penilaian yang
tepat. Penyusunan
rencana penilaian merupakan rangkaian program pendidikan dan pembelajaran yang
utuh dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Dalam
sebuah proses pembelajaran komponen yang turut menentukan keberhasilan sebuah
proses adalah evaluasi. Melalui evaluasi orang akan mengetahui sampai sejauh
mana penyampaian pembelajaran atau tujuan pendidikan atau sebuah program dapat
dicapai sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Evaluasi merupakan salah satu
kegiatan utama yang harus dilakukan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran.
Melalui Evaluasi, kita akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi,
bakat khusus, minat, hubungan social, sikap dan kepribadian siswa atau peserta
didik serta keberhasilan sebuah program.
Dalam
dunia pendidikan dan pembelajaran ada beberapa istilah yang sering digunakan,
baik secara bersamaan maupun secara terpisah. Istilah tersebut adalah
pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut memiliki
perbedaan. Mengacu pada asumsi bahwa pembelajaran merupakan sistem yang terdiri
atas beberapa unsur (yaitu masukan, proses dan hasil), maka terdapat tiga jenis
evaluasi sesuai dengan sasaran evaluasi pembelajaran, yaitu evaluasi masukan,
proses dan hasil pembelajaran.
Terkait
dengan ketiga jenis evaluasi pembelajaran tersebut, dalam praktek pembelajaran
secara umum pelaksanaan evaluasi pembelajaran menekankan pada evaluasi proses
pembelajaran dan evaluasi hasil belajar. Hal ini didasarkan pada pemikiran
bahwa pelaksanaan kedua jenis evaluasi tersebut merupakan komponen sistem
pembelajaran yang sangat penting. Evaluasi kedua jenis komponen yang dapat
dipergunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan pelaksanaan dan hasil
pembelajaran. Selanjutnya masukan tersebut pada gilirannya dipergunakan sebagai
bahan dan dasar memperbaiki kualitas proses pembelajaran menuju keperbaikan
kualitas hasil pembelajaran
Dalam
undang-undang no 23 tahun 2003 tantang sistem pendidikan nasional telah
dijelaskan bahwa “sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen
pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional. Kemudian pada Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 telah dijelaskan
tentang Standar Nasional Pendidikan yaitu berjumlah delapan buah: standar isi,
standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
pendidik, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan,
standar penilaian pendidikan. Dari delapan standar pendidikan nasional, standar
pendidikan merupakan bagian tang tak terpisahkan dengan darstandar nasional
pendidikan. Setiap pendidikan harus dapat memberikan pelayanan yang prima dan
memperlakukan peserta didik secara adil, objektif, bertanggung jawab, tidak
terkecuali dalam penilaian pendidikan.
Berlandaskan
landasan yuridis di atas terlihat bahwa guru sebagai salah seorang pelaksana
pendidikan memiliki peran penting dalam proses penilaian. Guru yang berkualitas
akan mampu melakukan penilaian dengan baik, sehingga hasil belajar yang diukur
akan terllihat dengan jelas, apakah pembelajaran yang dilakukan sudah mencapai
standar kompetensi lulusan atau belum. Guru atau pendidik harus menguasai dan memahami
mekanisme, prosedur, maupun instrument penialaian yang harus digunakan. Guru
diharapkan mampu melaksanakan proses penialain secara berkesinambungan agar
dapat memantau proses, kemajuan, dan perbaikan dan perbaikan hasil dalam bentuk
ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan
kenaikan kelas.
Selain
dari istilah evaluasi (evaluation) dan asesmen (assessment) dikenal pula
beberapa istilah lainnya yaitu pengukuran (measurement), tes (test) dan
testing. Diantara ketiga istilah tersebut, tes merupakan istilah yang paling
akrab dengan guru. Hal tersebut disebabkan karena Tes prestasi belajar
(Achievement test) seringkali dijadikan sebagai satu-satunya alat untuk menilai
hasil belajar siswa. Padahal tes sebenarnya hanya merupakan salah satu alat
ukur hasil belajar. Tes prestasi belajar (Achievement test) seringkali
dipertukarkan pemakaiannya oleh guru dengan konsep pengukuran hasil belajar
(measurement). Dengan demikian, perlu adanya upaya untuk memperkenalkan kepada
guru tentang pengertian dan esensi tentang konsep evaluasi, asesmen, tes dan
pengukuran yang sesungguhnya. Oleh
karena itu, dalam makalah ini penulis akan menjabarkan tentang beberapa hal
yang harus diketahui oleh seorang guru diantaranya penilaian, asesmen,
pengukuran dan testing serta perbandingannya dll.
Berdasarkan latar belakang yang teah diungkapkan, maka rumusan masalah pada makalah ini adalah
1.
Bagaimanakah analisis perbandingan Penilaian, Asesmen, Pengukuran, dan Testing?
2.
Bagaimanakah perbedaan Penilaian, Asesmen, Pengukuran, dan Testing?
Agar
penulisan ini lebih terarah, maka penulis membatasi masalah : membedakan antara
penilaian, asessmen, evaluasi, dan pengukuran dalam pembelajaran.
Adapun
tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah
1.
Untuk menganalisis perbandingan Penilaian, Asesmen, Pengukuran, dan Testing
2.
Untuk mengetahui perbedaan Penilaian, Asesmen, Pengukuran, dan Testing
Adapun
manfaat dalam pembuatan makalah ini adalah :
1.
Sebagai bahan pertimbangan oleh guru dalam
menjalankan proses pembelajaran dan penilaian dalam pembelajaran.
2.
Dapat dijadikan pengalaman dan bekal ilmu
pengetahuan bagi pembaca khususnya untuk tenaga pendidik kedepannya.
3.
Membantu
mahasiswa memahami tentang bagaimana pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan.
4.
Memenuhi
persyaratan untuk mengikuti mata kuliah Pengembangan Evaluasi
dan Proses Pembelajaran Fisika
KAJIAN TEORI
a.
Penjelasan
mengenai menuntut ilmu
Sebagaimana di dalam ayat al-quran Surat Al-Mujadalah ayat 11:
يَرْفَعِ اللهُ
الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Artinya :”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan”.
Dalam Surat Thoha ayat 114:
وَقُل رَّبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Artinya
:”Dan katakanlah (olehmu muhammad),”ya tuhanku, tambahkan kepadaku ilmu
pengetahuan.”
b. Penjelasan mengenai Pengukuran
Al-Qur`an Surat Al-Qamar Ayat 49
Artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran”.
Al-Qur`an Surat Al-Furqan Ayat 2
Artinya : “yang
kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan
tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan
segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya”.
c.
Penjelasan mengenai tes
Al-Qur`an Surat Al-Baqarah Ayat 214
Artinya: “Apakah kamu mengira bahwa
kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana
halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga
berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah
datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu
amat dekat”.
d.
Penjelasan mengenai Evaluasi
Al-Qur`an Surat Al-ankabut ayat 2-3
Artinya: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami
telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang
yang dusta.” (QS Al-Ankabuut 2-3).
a.
PERMENDIKBUD RI No.23 Tahun 2016 tentang Standar
Penilaian Pendidikan
Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria
mengenai lingkup, tujuan, manfaat, prinsip, mekanisme, prosedur, dan instrumen
penilaian hasil belajar peserta didik yang digunakan sebagai dasar dalam
penilaian hasil belajar peserta didik pada pendidikan dasar dan pendidikan
menengah.
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Pembelajaran
adalah proses interaksi antar peserta didik, antara peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
b.
UU
No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
c.
PP
No. 13 tahun 2015 tentang Standar Pendidikan Nasional
d.
PP
No. 32 tahun 2013
Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian,
penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan
pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggara pendidikan.
Evaluasi berasal dari kata evaluation
yang berarti suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai sesuatu,
apakah sesuatu itu mempunyai nilai atau tidak. Menurut istilah evaluasi berarti
kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan
instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur tertentu guna memperoleh
kesimpulan. Menurut Sujiono (1996) “ Evaluasi merupakan interprestasi yang bersumber
pada data kuatitatif hasil pengukuran yang berakhir dengan pengambilan keputusan.
Evaluasi merupakan hasil kegiatan yang terdiri dari mengukur (kuantitatif) dan
menilai (kualitatif) (Arikunto, 2009).
Menurut Norman E.
Grounloud evaluasi
dalah suatu proses yang sistematik dan berkesinambungan untuk mengetahui
efisien kegiatan belajar mengajar dan efektifitas dari pencapaian tujuan
instruksi yang telah ditetapkan. Menurut Edwin Wond dan
Gerold W.Brown evaluasi
pendidikan atau proses untuk menentukan nilai dari segala sesuatu yang
berkenaan dengan pendidikan. Evaluasi adalah proses pengukuran dan penilaian
untuk mengetahui hasil belajar yang telah dicapai seseorang.
Dalam bidang pendidikan, evaluasi sebagaimana
dikatakan Gronlund merupakan proses yang
sistematis tentang mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan informasi untuk menentukan
sejauh mana tujuan pembelajaran telah dicapai oleh siswa. Menurut Djemari Mardapi, evaluasi adalah proses mengumpulkan informasi
untuk mengetahui pencapaian belajar kelas atau kelompok.
Dari pendapat di atas, ada beberapa hal yang
menjadi ciri khas dari evaluasi, yaitu:
- Sebagai
kegiatan yang sistematis, pelaksanaan evaluasi haruslah dilakukan secara
berkesinambungan. Sebuah program pembelajaran seharusnya dievaluasi
disetiap akhir program tersebut,
- Dalam
pelaksanaan evaluasi dibutuhkan data dan informasi yang akurat untuk
menunjang keputusan yang akan diambil. Asumsi-asumsi ataupun prasangka.
bukan merupakan landasan untuk mengambil keputusan dalam evaluasi, dan
- Kegiatan
evaluasi dalam pendidikan tidak pernah terlepas dari tujuan-tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena itulah pendekatan goal
oriented merupakan pendekatan yang paling sesuai untuk evaluasi
pembelajaran.
Ada beberapa prinsip dasar dalam evaluasi,
diantaranya:
a. Evaluasi
bertujuan membantu pemerintah dalam mencapai tujuan pembelajaran bagi
masyrakat/siswa.
b. Evaluasi
adalah seni, tidak ada evaluasi yang sempurna, meski dilakukan dengan metode
yang berbeda.
c. Pelaku
evaluasi atau evaluator tidak memberikan jawaban atas suatu pertanyaan
tertentu. Evaluator tidak berwenang untuk memberikan rekomendasi terhadap
keberlangsungan sebuah program. Evaluator hanya membantu memberikan
alternatif.
d. Penelitian
evaluasi adalah tanggung jawab tim bukan perorangan.
e. Evaluator
tidak terikat pada satu sekolah demikian pula sebaliknya.
f.
Evaluasi adalah proses, jika diperlukan revisi
maka lakukanlah revisi.
g. Evaluasi
memerlukan data yang akurat dan cukup, hingga perlu pengalaman untuk pendalaman
metode penggalian informasi.
h. Evaluasi akan
baik apabila dilakukan dengan instrumen dan teknik yang applicable.
i.
Evaluator hendaknya mampu membedakan yang
dimaksud dengan evaluasi formatif, evaluasi sumatif, dan evaluasi
program.
j.
Evaluasi memberikan gambaran deskriptif yang
jelas mengenai hubungan sebab akibat, bukan terpaku pada angka soalan tes.
k. Evaluasi
hasil belajar dapat mengunakan tes untuk melakukan pengukuran hasil belajar.
Evaluasi dimaksudkan untuk memberikan umpan
balik kepada peserta didik maupun kepada pembelajar sebagai pertimbangan untuk
melakukan perbaikan serta jaminan terhadap pengguna lulusan sebagai tanggung
jawab institusi yang telah meluluskan. Tes, pengukuran dan penilaian berguna untuk :
seleksi, penempatan, diagnosis dan remedial, umpan balik, memotivasi dan
membimbing belajar, perbaikan kurikulum dan program pendidikan serta
pengembangan ilmu. Prinsip-prinsip umum evaluasi adalah kontinuitas,
komprehensif, objektivitas, kooperatif, mendidik, akuntabilitas, dan
praktis. Di samping itu, evaluasi juga harus memperhatikan
prinsip keterpaduan, prinsip berorientasi kepada kompetensi dan
kecakapan hidup, prinsip belajar aktif, prinsip koherensi, dan
prinsip diskriminalitas.
Menilai
merupakan suatu proses yang dilakukan setelah adanya kegiatan pengukuran.
Menilai dapat diartikan sebagai pengambilan suatu keputusan terhadap sesuatu
dengan ukuran baik atau buruk, serta menilai dapat dikategorikan bersifat
kualitatif. Sedangkan mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran,
dan pengukuran bersifat kuantitatif. Mengukur dan menilai adalah suatu
rangkaian kegiatan evaluasi.
Penilaian
dalam makna lain didefiniskan sebagai penerapan berbagai cara dan penggunaan
beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana hasil
belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi. Penilaian bertujuan untuk
melihat sejauh mana hasil dari proses pembelajaran serta dengan adanya
penilaian dapat menggambarkan bagaimana suatu proses pembelajaran itu
berlangsung. Jika hasil belajar siswa cukup rendah, maka seorang guru akan
melakukan pengkajian dan menelusuri dimana terjadinya kesalahan selama proses pembelajaran.
Dalam
proses penilaian, guru akan mendapatkan informasi mengenai perkembangan peserta
didik (siswa). Dengan melakukan penilaian, guru mampu membedakan mana siswa
yang memiliki kemampuan yang cukup tinggi, sedang, dan menengah karena dapat
menjadikan acuan hasil belajar sebagai suatu informasi tentang siswa. Hal ini
sesuai dengan pendapat Anwar (2009:10) yang menyatakan bahwa: “Penilaian
merupakan prosedur yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang
pembelajaran peserta didik”. Dalam melakukan penilaian, ada dua acuan yang
digunakan yaitu acuan norma dan acuan criteria. Acuan norma berasumsi bahwa
kemampuan seseorang berbeda serta dapat digambarkan menurut kurva distribusi
normal. Acuan criteria berasumsi bahwa apapun bisa dipelajari seseorang, namun
waktunya yang berbeda.
Beberapa definisi penilaian menurut para ahli:
a. Menurut James Lounglhin, asesmen merupakan proses
sistematika dalam mengumpulkan data seorang anak yang berfungsi untuk melihat
kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seorang anak saat itu, sebagai bahan
untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan.
b. Menurut Robert Smith, asesmen merupakan suatu
penilaian yang komprehensif dan melibatkan anggota tim untuk mengetahui
kelemahan dan kekuatan yang mana hasil keputusannya dapat digunakan untuk
layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu
rancangan pembelajaran.
c. Menurut Djemari Mardapi,
penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan hasil pengukuran.
d. Menurut Cangelosi,
penilaian adalah keputusan tentang suatu nilai.
Asesmen
dalam pembelajaran adalah suatu proses atau upaya formal pengumpulan informasi
yang berkaitan dengan variabel-variabel penting pembelajaran sebagai bahan
dalam pengambilan keputusan oleh guru untuk memperbaiki proses dan hasil
belajar siswa. Variabel-variabel penting yang dimaksud sekurang-kurangya
meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan sikap siswa dalam
pembelajaran yang diperoleh guru dengan berbagai metode dan prosedur baik
formal maupun informal sebagai berikut.
“A general
term enhancing all methods customarily used to appraise performance of an
individual pupil or group. It may refer to a broad appraisal including many
sources of evidence and many aspect of pupil’s knowledge, understanding, skills
and attitudes; An assess-ment instrument may be any method and procedure,
formal or in-formal, for producing information about pupil….”
e. Pengertian
asesmen dalam berbagai literatur asing tersebut di atas selaras dengan makna
penilaian yang digariskan dalam Buku Pedoman Penilaian pada kurikulum
pendidikan dasar. Dalam buku tersebut tertulis bahwa, penilaian adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk memberikan berbagai informasi secara
berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar yang telah
dicapai (Depdikbud). Ada pun yang dimaksud dengan asesmen alternatif (alternative
assessment) adalah segala jenis bentuk asesmen diluar asesmen konvensional
(selected respon test dan paper-pencil test) yang lebih autentik dan
signifikan mengungkap secara langsung proses dan hasil belajar siswa. Herman
(1997) memberikan semboyan khusus bagi asesmen alternatif dengan ungkapan “What
You Get is What You Assess”. Dalam beberapa literatur, asesmen alternatif
ini kadang-kadang disebut juga asesmen autentik (authentic assessment),
asesmen portofolio (portfolio assessment) atau asesmen kinerja (performance
assessment).
Penilaian merupakan proses pengumpulan,
pelaporan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa yang diperoleh
melalui pengukuran untuk menganalisis unjuk kerja atau prestasi siswa dalam
mengerjakan tugas-tugas yang terkait. Penilaian berbasis kompetensi merupakan proses pengumpulan
bukti-bukti seseorang yang telah mencapai kompetensi atau belum, yang
dikumpulkan dari berbagai sumber dan dalam bentuk yang bervariasi. Bukti hasil
belajar terdiri dari 3 bentuk:
a.
Bukti
langsung, yaitu bukti yang dikumpulkan berdasarkan pengamatan langsung dari
penilaian.
b.
Bukti
tidak langsung, yaitu bukti yang diperoleh dari pihak ketiga, seperti guru,
pembimbing, orang tua, teman sekelas dan lain-lain.
c.
Bukti
tambahan lainnya, yaitu bukti yang diperoleh selain kedua sumber di atas,
seperti kertas kerja, laporan, produk kerja, dll.
Penilaian mempunyai
sejumlah manfaat di dalam proses belajar
mengajar, yaitu:
a.
Sebagai
alat guna mengetahui apakah siswa talah menguasai pengetahuan, nilai-nilai,
norma-norma dan keterampilan yang telah diberikan oleh guru.
b.
Untuk
mengetahui aspek-aspek kelemahan peserta didik dalam melakukan kegiatan
belajar.
c.
Mengetahui
tingkat ketercapaian siswa dalam kegiatan belajar.
d.
Sebagai
sarana umpan balik bagi seorang guru, yang bersumber dari siswa.
e.
Sebagai
alat untuk mengetahui perkembangan belajar siswa.
f.
Sebagai
materi utama laporan hasil belajar kepada para orang tua siswa.
Minimal terdapat 6 tujuan
penilaian dalam kaitannya dengan belajar mengajar yaitu:
a.
Menilai
ketercapaian tujuan. Ada keterkaitan antara tujuan belajar, metode penilaian,
dan cara belajar siswa. Cara penilaian biasanya akan menentukan cara belajar
siswa, sebaliknya tujuan evaluasi akan menentukan metode evaluasi yang
digunakan oleh siswa.
b.
Mengukur
macam-macam aspek belajar yang bervariasi. Belajar dikategorikan sebagai
kognitif, psikomotoris, dan afektif. Batasan tersebut umumnya dieksplisitkan
sebagai pengetahuan, keterampilan dan sikap/nilai. Semua tipe belajar sebaiknya
dievaluasi dalam proporsi yang tepat.
c.
Sebagai
sarana untuk mengetahui apa yang siswa telah ketahui. Setiap siswa masuk kelas
dengan membawa pengalamannya masing-masing, serta karakteristiknya. Guru perlu
mengetahui keadaan siswanya agar guru dapat berangkat dari pengalaman siswa
yangberagam dalam memulai pembelajarannhya. Guru perlu mengetahui dan
memperhatikan kekuatan, kelemahan dan
minat siswa sehingga mereka termotivasi untuk belajar atas dasar apa yang telah
mereka miliki dan mereka butuhkan.
d.
Memotivasi
belajar siswa. Penilaian juga harus dapat memotivasi belajar siswa. Guru harus
menguasai bermacam-macam teknik memotivasi siswa.Hasil penilaian akan
menstimulasi tindakan siswa. Dengan merencanakan secara sistematik sejak pretes
sampai ke postes, guru dapat membangkitkan semangat siswa untuk tekun belajar
secara kontinu.
e.
Menyediakan
informasi untuk tujuan bimbingan dan konseling. Informasi diperlukan jika
bimbingan dan konseling yang efektif diperlukan, informasi yang berkaitan
dengan problem pribadi seperti data kemampuan, kualitas pribadi, kemampuan
bersosialisasi dan skor hasil belajar.
f.
Menjadikan
hasil evaluasi dan penilaian sebagai dasar perubahan kurikulum. Hasil evaluasi
siswa, pengalaman kerja siswa, analisis kebutuhan masyarakat, dan analisis
pekerjaan merupakan teknik konensional yang sering digunakan untuk mengubah
kurikulum.
Tujuan penilaian hasil belajar
secara umum:
1) Menilai pencapaian
kompetensi peserta didik
2) Memperbaiki proses
pembelajaran
3) Sebagai bahan penyusunan
laporan kemajuan hasil belajar siswa
Tujuan Khusus:
1) Mengetahui kemajuan dan
hasil belajar siswa
2) Mendiagnosis kelemahan dan
kesulitan hasil belajar siswa
3) Memberikan umpan balik
dalam upaya perbaikan proses pembelajaran
4) Penentuan kenaikan kelas
5) Memotivasi siswa dalam
belajar karena dengan adanya penilaian dapat merangsang untuk melakukan usaha
perbaikan
Kriteria yang perlu
diperhatikan dalam penilaian, antara lain:
a.
Penilaian
dapat dilakukan melalui tes dan atau non tes.
b.
Penilaian
harus mencakup tiga aspek kemampuan, yaitu pengetahuan, ketrampilan dan sikap.
c.
Menggunakan
berbagai cara penilaian pada waktu kegiatan belajar sedang berlangsung,misalnya
observasi, memberikan tes, mengamati hasil ekrja siswa, dll.
d.
Pemilihan
alat dan jenis penilaian berdasarkan rumusan tujuan pembelajaran.
e.
Mengacu
pada tujuan dan fungsi penilaian, misalnya untuk kenaikan kelas.
f.
Alat
penilaian harus mendorong kemampuan penalaran dan kreativitas siswa, misalnya
tes uraian, dll.
g.
Mengacu
pada prinsip diferensiasi, yakni memberikan peluang kepada siswa untuk
menunjukkan apa yang diketahui, yang dipahami dan mampu dilakukannya.
h.
Tidak
bersifat diskriminasi.
Dalam
Arikunto (2008:10), dinyatakan bahwa tujuan atau fungsi dari penilaian itu
sebagai berikut:
a. Penilaian berfungsi
selektif
Dengan
cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau
penilaian terhadap siswa. Penilaian memiliki beberapa tujuan, diantaranya:
1) Untuk memilih siswa yang
dapat diterima disekolah tertentu
2) Untuk memilih siswa yang
dapat naik kelas atau ke tingkat berikutnya
3) Untuk memilih siswa yang
seharusnya dapat beasiswa
4) Untuk memilih siswa yang
sudah berhak meninggalkan sekolah atau dikatakan dapat lulus
b. Penilaian berfungsi
diagnostic
Dengan
mengadakan penilaian, sebenarnya guru telah melakukan diagnosis kepada siswa
tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya kelemahan siswa ini,
maka akan dengan mudah dicarikan solusi untuk mengatasi kelemahannya.
c. Penilaian berfungsi sebagai
penempatan
Dalam
melakukan penilaian, nantinya akan diketahui pada posisi mana seharusnya siswa
ditempatkan. Penempatan disini maksudnya dalah kondisi dimana siswa layak untuk
melanjutkan pendidikan ke jenang atau tingkat yang lebih tinggi serta layak untuk
lulus dan naik kelas.
d. Penilaian berfungsi sebagai
pengukur keberhasilan
Dengan adanya penilaian diharapkan guru dapat mengetahui sejauh mana
suatu program berhasil diterapkan. Penilaian menuntut seorang guru untuk dapat
melakukan penilaian terhadap seluruh aspek yang ada pada siswa dalam setiap
kegiatan dan proses pembelajaran. Aspek tersebut dapat saja meliputi kegiatan
siswa selama berdiskusi meliputi penilaian terhadap sikap, kegiatan siswa dalam
melakukan eksperimen atau percobaan meliputi penilaian keterampilan, serta
kegiatan pembelajaran di kelas yang meliputi penilaian aspek pengetahuan siswa.
Penilaian merupakan suatu hal yang dirasa sangat penting dalam proses pembelajaran.
Tanpa adanya kegiatan atau proses penilaian, maka akan dirasa mustahil
terjadinya kemajuan dalam proses pembelajaran, karena dengan adanya penilaian
dapat digunakan sebagai umpan balik dalam memperbaiki proses pembelajaran.
Ada
beberapa ciri-ciri penilaian dalam pendidikan menurut Arikunto (2008:11),
antara lain sebagai berikut:
a. Penilaian dilakukan secara
tidak langsung
b. Penilaian pendidikan yaitu
penggunaan ukuran kuantitatif, dimana penilaian menggunakan symbol bilangan
dalam menyatakan hasil pengukuran
c. Penilaian pendidikan
menggunakan unit-unit satuan yang tetap
d. Penilaian dalam pendidikan
bersifat relative, artinya tidak sama atau tidak selalu tetap dari satu waktu
ke waktu yang lain
e. Dalam penilaian pendidikan
sering terjadi beberapa kesalahan-kesalahan
Dengan
diberlakukannya Kurikulum 2013 maka proses penilaian mengacu kepada penilaian
menyeluruh. Ada tiga jenis penilaian yang dilakukan oleh seorang guru yang
sesuai dengan ketentuan pada kurikulum 2013. Penilaian tersebut meliputi
penilaian kompetensi sikap, penilaian kompetensi pengetahuan dan penilaian
kompetensi keterampilan. Hal ini tidak terlalu jauh berbeda dengan penilaian
yang dilakukan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dimana guru
juga dituntut untuk melakukan penilaian dalam bidang atau ranah afektif,
psikomotor dan kognitif.
a.
Penilaian Kompetensi
Sikap
Penilaian kompetensi sikap
dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur
sikap peserta didik sebagai hasil dari suatu program pembelajaran. Penilaian
sikap juga merupakan aplikasi suatu standar atau sistem pengambilan keputusan
terhadap sikap. Kegunaan utama penilaian sikap sebagai bagian dari pembelajaran
adalah refleksi (cerminan) pemahaman dan kemajuan sikap peserta didik secara
individual.
1) Cakupan
Kurikulum 2013 membagi
kompetensi sikap menjadi dua, yaitu sikap
spiritual yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan
bertakwa, dan sikap sosial yang
terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri,
demokratis, dan bertanggung jawab. Sikap spiritual sebagai perwujudan dari
menguatnya interaksi vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan sikap
sosial sebagai perwujudan eksistensi kesadaran dalam upaya mewujudkan harmoni
kehidupan.
Tabel 1. Cakupan Penilaian Sikap
Penilaian sikap
spiritual
Menghargai dan
menghayati ajaran agama yang dianut
Penilaian sikap
social
1.
jujur
2.
disiplin
3.
tanggung jawab
4.
toleransi
5.
gotong royong
6.
santun
7.
percaya diri
2) Perumusan Indikator dan
Contoh Indikator
Acuan penilaian adalah
indikator, karena indikator merupakan tanda tercapainya suatu kompetensi.
Indikator harus terukur. Dalam konteks penilaian sikap, indikator merupakan
tanda-tanda yang dimunculkan oleh peserta didik, yang dapat diamati atau
diobservasi oleh guru sebagai representasi dari sikap yang dinilai. Berikut ini
dideskripsikan beberapa contoh indikator dari sikap-sikap yang tersurat dalam
KI-1 dan KI-2 jenjang SMP/MTs
Tabel 2. Daftar Deskripsi Indikator
DAFTAR ISI
Penilaian sikap
spiritual
|
Menghargai dan
menghayati ajaran agama yang dianut
|
Penilaian sikap
social
|
1.
jujur
2.
disiplin
3.
tanggung jawab
4.
toleransi
5.
gotong royong
6.
santun
7.
percaya diri
|
Sikap dan
pengertian
|
Contoh Indikator
|
Sikap spiritual
|
|
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang
dianut
|
·
Berdoa sebelum dan sesudah menjalankan sesuatu.
·
Menjalankan ibadah tepat waktu.
·
Memberi salam pada saat awal dan akhir presentasi sesuai agama yang
dianut.
·
Bersyukur atas nikmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa;
·
Mensyukuri kemampuan manusia dalam mengendalikan diri
·
Mengucapkan syukur ketika berhasil mengerjakan sesuatu.
·
Berserah diri (tawakal) kepada Tuhan setelah berikhtiar atau melakukan
usaha.
·
Menjaga lingkungan hidup di sekitar rumah tempat tinggal, sekolah dan
masyarakat
·
Memelihara hubungan baik dengan sesama umat ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa
·
Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai bangsa Indonesia.
Menghormati orang lain menjalankan ibadah sesuai
dengan agamanya.
|
Sikap social
|
|
1.
Jujur
adalah perilaku dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan.
|
·
Tidak
menyontek dalam mengerjakan ujian/ulangan
·
Tidak
menjadi plagiat (mengambil/menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan
sumber)
·
Mengungkapkan
perasaan apa adanya
·
Menyerahkan
kepada yang berwenang barang yang ditemukan
·
Membuat
laporan berdasarkan data atau informasi apa adanya
·
Mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimiliki
|
2. Disiplin
adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib
dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
|
·
Datang
tepat waktu
·
Patuh
pada tata tertib atau aturan bersama/ sekolah
·
Mengerjakan/mengumpulkan
tugas sesuai dengan waktu yang
ditentukan
·
Mengikuti
kaidah berbahasa tulis yang baik dan benar
|
3. Tanggungjawab
adalah sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya
dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan
budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa
|
·
Melaksanakan
tugas individu dengan baik
·
Menerima
resiko dari tindakan yang dilakukan
·
Tidak
menyalahkan/menuduh orang lain tanpa bukti yang akurat
·
Mengembalikan
barang yang dipinjam
·
Mengakui
dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan
·
Menepati
janji
·
Tidak
menyalahkan orang lain utk kesalahan
tindakan kita sendiri
·
Melaksanakan
apa yang pernah dikatakan tanpa disuruh/diminta
|
4. Toleransi
adalah sikap dan
tindakan yang menghargai keberagaman latar belakang, pandangan, dan keyakinan
|
·
Tidak
mengganggu teman yang berbeda pendapat
·
Menerima
kesepakatan meskipun berbeda dengan pendapatnya
·
Dapat
menerima kekurangan orang lain
·
Dapat
mememaafkan kesalahan orang lain
·
Mampu
dan mau bekerja sama dengan siapa pun yang memiliki keberagaman latar
belakang, pandangan, dan keyakinan
·
Tidak
memaksakan pendapat atau keyakinan diri pada orang lain
·
Kesediaan
untuk belajar dari (terbuka terhadap)
keyakinan dan gagasan orang lain agar dapat memahami orang lain lebih baik
·
Terbuka
terhadap atau kesediaan untuk menerima sesuatu yang baru
|
3) Teknik Penilaian
a) Teknik Observasi
Observasi merupakan teknik
penilaian yang dilakukan secara berkesinambungan dengan menggunakan indera,
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan instrumen yang berisi sejumlah indikator perilaku yang
diamati. Observasi langsung dilaksanakan oleh guru secara langsung tanpa
perantara orang lain. Sedangkan observasi tidak langsung dengan bantuan orang
lain, seperti guru lain, orang tua, peserta didik, dan karyawan sekolah.
Bentuk instrumen yang
digunakan untuk observasi adalah pedoman observasi yang berupa daftar cek atau
skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik. Daftar cek
digunakan untuk mengamati ada tidaknya suatu sikap atau perilaku. Sedangkan
skala penilaian menentukan posisi sikap atau perilaku peserta didik dalam suatu
rentangan sikap. Pedoman observasi secara umum memuat pernyataan sikap atau
perilaku yang diamati dan hasil pengamatan sikap atau perilaku sesuai
kenyataan. Pernyataan memuat sikap atau perilaku yang positif atau negatif
sesuai indikator penjabaran sikap dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar.
Rentang skala hasil pengamatan antara lain berupa:
1) Selalu, sering,
kadang-kadang, tidak pernah
2) Sangat baik, baik, cukup
baik, kurang baik
Pedoman observasi dilengkapi
juga dengan rubrik dan petunjuk penskoran. Rubrik memuat petunjuk/uraian dalam
penilaian skala atau daftar cek. Sedangkan petunjuk penskoran memuat cara
memberikan skor dan mengolah skor menjadi nilai akhir. Agar observasi lebih
efektif dan terarah hendaknya :
1) Dilakukan dengan tujuan
jelas dan direncanakan sebelumnya. Perencanaan mencakup indikator atau aspek
yang akan diamati dari suatu proses.
2) Menggunakan pedoman
observasi berupa daftar cek atau skala penilaian.
3) Pencatatan dilakukan
selekas mungkin.
4) Kesimpulan dibuat setelah
program observasi selesai dilaksanakan.
b)
Penilaian Diri
Penilaian diri merupakan
teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan
dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang
digunakan berupa lembar penilaian diri menggunakan daftar cek atau skala
penilaian (rating scale) yang
disertai rubrik. Skala penilaian dapat disusun dalam bentuk skala Likert atau
skala semantic differential. Skala
Likert adalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau sekelompok orang mengenai suatu gejala atau
fenomena. Sedangkan skala semantic differential yaitu skala untuk
mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan pilihan ganda maupun checklist, tetapi
tersusun dalam satu garis kontinum di mana jawaban yang sangat positif terletak
dibagian kanan garis, dan jawaban yang sangat negatif terletak di bagian kiri
garis, atau sebaliknya. Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala semantic differential adalah data
interval. Skala bentuk ini biasanya digunakan untuk mengukur sikap atau
karakteristik tertentu yang dimiliki seseorang.
Kriteria
penyusunan lembar penilaian diri:
·
Gunakan kata-kata yang sederhana dan mudah
dimengerti oleh responden.
·
Usahakan pertanyaan yang jelas dan khusus
·
Hindarkan pertanyaan yang mempunyai lebih dari satu
pengertian
·
Hindarkan pertanyaan yang mengandung sugesti
·
Pertanyaan harus berlaku bagi semua responden
c)
Penilaian Antar Peserta
Didik
Penilaian antarpeserta didik
merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling
menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan untuk
penilaian antarpeserta didik adalah daftar cek dan skala penilaian (rating scale) dengan teknik sosiometri
berbasis kelas. Guru dapat menggunakan salah satu dari keduanya atau
menggunakan dua-duanya.
d)
Jurnal
Jurnal
merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi
hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan
dengan sikap dan perilaku. Kelebihan yang ada pada jurnal adalah
peristiwa/kejadian dicatat dengan segera. Dengan demikian, jurnal bersifat asli
dan objektif dan dapat digunakan untuk memahami peserta didik dengan lebih
tepat. sementara itu, kelemahan yang ada pada jurnal adalah reliabilitas yang
dimiliki rendah, menuntut waktu yang banyak, perlu kesabaran dalam menanti
munculnya peristiwa sehingga dapat mengganggu perhatian dan tugas guru, apabila
pencatatan tidak dilakukan dengan segera, maka objektivitasnya berkurang.
Terkait
dengan pencatatan jurnal, maka guru perlu mengenal dan memperhatikan perilaku
peserta didik baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Aspek-aspek pengamatan
ditentukan terlebih dahulu oleh guru sesuai dengan karakteristik mata pelajaran
yang diajar. Aspek-aspek pengamatan yang sudah ditentukan tersebut kemudian
dikomunikasikan terlebih dahulu dengan peserta didik di awal semester.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam membuat jurnal adalah:
·
Catatan atas pengamatan guru harus objektif
·
Pengamatan dilaksanakan secara selektif, artinya
yang dicatat hanyalah kejadian / peristiwa yang berkaitan dengan Kompetensi
Inti.
·
Pencatatan segera dilakukan (jangan ditunda-tunda)
Pedoman umum penskoran
jurnal:
·
Penyekoran pada jurnal dapat dilakukan dengan
menggunakan skala likert. Sebagai contoh skala 1 sampai dengan 4.
·
Guru menentukan aspek-aspek yang akan diamati.
·
Pada masing-masing aspek, guru menentukan indikator
yang diamati.
·
Setiap aspek yang sesuai dengan indikator yang
muncul pada diri peserta didik diberi skor 1, sedangkan yang tidak muncul
diberi skor 0.
·
Jumlahkan skor pada masing-masing aspek.
·
Skor yang diperoleh pada masing-masing aspek
kemudian direratakan
·
Nilai Sangat
Baik (SB), Baik (B), Cukup (C), dan Kurang (K) ditentukan dengan cara
menghitung rata-rata skor dan membandingkan dengan kriteria penilaian
e) Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Penilaian pencapaian
kompetensi pengetahuan merupakan bagian dari penilaian pendidikan. Dalam
lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 66
Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan dijelaskan bahwa penilaian
pendidikan merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian pencapaian kompetensi peserta didik yang mencakup: penilaian
otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan
harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat
kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian
sekolah/madrasah. Penilaian pencapaian kompetensi peserta didik mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang
sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik
terhadap standar yang telah ditetapkan.
Adapun penilaian pengetahuan
dapat diartikan sebagai penilain potensi intelektual yang terdiri dari tahapan
mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi (Anderson & Krathwohl, 2001).
Seorang pendidik perlu melakukan penilaian untuk mengetahui pencapaian
kompetensi pengetahuan peserta didik. Penilaian terhadap pengetahuan peserta
didik dapat dilakukan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Kegiatan
penilaian terhadap pengetahuan tersebut dapat juga digunakan sebagai pemetaan
kesulitan belajar peserta didik dan perbaikan proses pembelajaran. Pedoman
penilaian kompetensi pengetahuan ini dikembangkan sebagai rujukan teknis bagi
pendidik untuk melakukan penilaian sebagaimana dikehendaki dalam Permendikbud
Nomor 66 Tahun 2013.
b. Cakupan Penilaian
Pengetahuan
a) Pengetahuan Faktual
Pengetahuan faktual berisi konvensi (kesepakatan) dari elemen-elemen
dasar berupa istilah atau simbol (notasi) dalam rangka memperlancar pembicaraan
dalam suatu bidang disiplin ilmu atau mata pelajaran. Pengetahuan faktual
meliputi aspek-aspek pengetahuan istilah, pengetahuan khusus dan
elemen-elemennya berkenaan dengan pengetahuan tentang peristiwa, lokasi, orang,
tanggal, sumber informasi, dan sebagainya.
b) Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan
konseptual memuat ide (gagasan) dalam suatu disiplin ilmu yang memungkinkan
orang untuk mengklasifikasikan sesuatu objek itu contoh atau bukan contoh, juga
mengelompokkan (mengkategorikan) berbagai objek. Pengetahuan konseptual meliputi
prinsip (kaidah), hukum, teorema, atau rumus yang saling berkaitan dan
terstruktur dengan baik. Pengetahuan konseptual meliputi pengetahuan klasifikasi dan kategori,
pengetahuan dasar dan umum, pengetahuan teori, model, dan struktur.
c) Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan
prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana urutan langkah-langkah dalam
melakukan sesuatu. Pengetahuan prosedural meliputi pengetahuan dari umum ke khusus dan algoritma, pengetahuan metode dan
teknik khusus dan pengetahuan kriteria untuk menentukan penggunaan prosedur
yang tepat.
c. Perumusan Indikator dan
Contoh Indikator
Indikator pencapaian
kompetensi pengetahuan dijabarkan dari Kompetensi Dasar (KD) yang merupakan
jabaran dari Kompetensi Inti (KI) di setiap mata pelajaran. Penyusunan
instrumen penilaian ditentukan oleh kata kerja operasional yang ada di dalam KD
dan indikator pencapaian kompetensi yang dirumuskan. Kata kerja operasional
pada indikator juga dapat digunakan untuk penentuan item tes (pertanyaan/soal),
seperti dicontohkan pada tabel berikut:
Tabel
3. Kata Kerja Operasional pada Indikator
Tujuan yang Diukur
|
Kata Kerja yang Biasa Digunakan
|
Kemampuan mengingat
|
·
Sebutkan
·
berilah
label
·
cocokkanlah
·
berilah
nama
·
buatlah
urutan
·
apa
·
kapan
·
di
manakah
·
berilah
contoh
·
tirukanlah
·
pasangkanlah
|
Kemampuan
memahami
|
·
buatlah
penggolongan
·
gambarkan
·
buatlah
ulasan
·
jelaskan
·
ekspresikan
·
kenalilah
ciri
·
tunjukkan
·
temukan
·
buatlah
laporan
·
kemukakan
·
buatlah
tinjauan
·
pilihlah
·
ceritakan
|
Kemampuan
menerapkan pengetahuan (aplikasi)
|
·
terapkan
·
pilihlah
·
demonstrasikan
·
peragakan
·
tuliskan
penjelasan
·
buatlah
penafsiran
·
tuliskan
operasi
·
praktikkan
·
tulislah
rancangan persiapan
·
buatlah
jadwal
·
buatlah
sketsa
·
buatlah
pemecahan masalah
·
gunakanlah
|
Kemampuan
menganalisis
|
·
tuliskan
penilaianmu
·
buatlah
suatu perhitungan
·
buatlah
suatu pengelompokan
·
tentukan
kategori yang dipakai
·
bandingkan
·
bedakan
·
buatlah
suatu diagram
·
buatlah
inventarisasi
·
periksalah
·
lakukan
pengujian
|
Kemampuan mengevaluasi
|
·
buatlah
suatu penilaian
·
tuliskan
argumentasi atau alasan
·
jelaskan
apa alasan memilih
·
buatlah
suatu perbandingan
·
jelaskan
alasan pembelaan
·
tuliskan
prakiraan
·
ramalkan
apa yang akan terjadi
·
bagaimanakah
laju peristiwa
|
Kemampuan
merancang
|
·
kumpulkan
·
susunlah
·
buatlah
disain (rancangan)
·
rumuskan
·
buatlah
usulan bagaimana mengelola
·
aturlah
·
rencanakan
·
buatlah
suatu persiapan
·
buatlah
suatu usulan
·
tulislah
ulasan
|
Selanjutnya
disajikan contoh-contoh indikator yang dapat dikembangkan berdasarkan
kompetensi dasar dalam kurikulum 2013.
Tabel 4. Pengembangan Indikator dari KD
No.
|
Mata Pelajaran
|
Kompetensi Dasar
|
Indikator
|
1.
|
Ilmu Pengetahuan Alam
|
3.1 Memahami konsep pengukuran berbagai besaran
yang ada pada diri, makhluk hidup, dan lingkungan fisik sekitar sebagai
bagian dari observasi, serta pentingnya perumusan satuan terstandar (baku)
dalam pengukuran.
|
3.1.1Menjelaskan
langkah-langkah pengukuran panjang dengan menggunakan jangka sorong.
3.1.2Menyebutkan
tingkat ketelitian hasil pengukuran dengan menggunakan meteran/penggaris dan
jangka sorong.
|
d. Teknik Penilaian
Teknik penilaian kompetensi
pengetahuan dilakukan dengan tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Tiap-tiap
teknik tersebut dilakukan melalui instrumen tertentu yang relevan. Teknik dan
bentuk instrumen penilaian kompetensi pengetahuan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel
5. Teknik dan Bentuk Instrumen Penilaian
Teknik
Penilaian
|
Bentuk Instrumen
|
Tes tulis
|
Pilihan ganda, isian, jawaban singkat,
benar-salah, menjodohkan, dan uraian.
|
Tes lisan
|
Daftar pertanyaan.
|
Penugasan
|
Pekerjaan rumah dan/atau tugas yang dikerjakan
secara individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas.
|
Instrumen tes tulis uraian
yang dikembangkan haruslah disertai kunci jawaban dan pedoman penskoran.
Pelaksanaan penilaian melalui penugasan setidaknya memenuhi beberapa syarat, yaitu
mengkomunikasikan tugas yang dikerjakan oleh peserta didik, menyampaikan indikator dan rubrik penilaian
untuk tampilan tugas yang baik. Tampilan kualitas hasil tugas yang diharapkan
disampaikan secara jelas dan penugasan mencantumkan rentang waktu pengerjaan
tugas. Berikut ini akan disajikan contoh bentuk instrumen terkait dengan teknik
penilaian tes tulis, tes lisan, maupun penugasan.
f)
Penilaian Kompetensi
Keterampilan
Penilaian pencapaian kompetensi keterampilan merupakan penilaian yang
dilakukan terhadap peserta didik untuk menilaisejauh mana pencapaian SKL, KI, dan KD
khusus dalam dimensi keterampilan. SKL ini merupakan tagihan kompetensi minimal
setelah peserta didik menempuh pendidikan selama 3 tahun atau lebih dan
dinyatakan lulus.
1) Cakupan Penilaian
Cakupan penilaian dimensi
keterampilan meliputi keterampilan peserta didik yang dipelajari di sekolah dan
sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori. Keterampilan ini meliputi:
keterampilan mencoba, mengolah, menyaji, dan menalar. Dalam ranah konkret keterampilan ini mencakup
aktivitas menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat.
Sedangkan dalam ranah abstrak, keterampilan ini mencakup aktivitas menulis,
membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang.
2) Perumusan dan Contoh Indikator
Indikator pencapaian kompetensi keterampilan merupakan ukuran,
karakteristik, ciri-ciri, pembuatan atau proses yang berkontribusi/ menunjukkan
ketercapaian suatu kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata
pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi keterampilan dikembangkan oleh guru
dari KI dan KD dengan memperhatikan perkembangan dan kemampuan setiap peserta
didik. Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi dua atau lebih
indikator pencapaian kompetensi keterampilan, hal ini sesuai dengan keluasan
dan kedalaman kompetensi dasar tersebut. Indikator-indikator pencapaian
kompetensi belajar dari setiap kompetensi dasar merupakan acuan yang digunakan
untuk melakukan penilaian. Indikator pencapaian kompetensi keterampilan
dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan
diukur, antara lain: mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan,
menceritakan kembali, mempraktekkan, mendemonstrasikan, mendeskripsikan, dsb.
Berikut ini contoh perumusan indikator dari beberapa mata pelajaran.
Tabel 6. Kompetensi Dasar
dan Indikator Pencapaian Kompetensi
Mapel/ Kelas/ Semester
|
KI-4
|
Kompetensi Dasar
|
Indikator Pencapaian Kompetensi
|
(A-5)
IPA/
VII/
1
|
Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah
konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan
ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang)
sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam
sudut pandang/teori.
|
4.1. Menyajikan hasil pengukuran terhadap
besaran-besaran pada diri, makhluk hidup, dan lingkungan fisik dengan
menggunakan satuan tak baku dan satuan baku.
|
1.
Menyajikan hasil pengamatan, inferensi, dan mengomunikasikan hasilnya.
2.
Melakukan pengukuran besaran-besaran panjang, massa, waktu dengan alat
ukur yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Melakukan pengukuran besaran-besaran turunan sederhana yang sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
4.
Menerapkan pengamatan (termasuk pengukuran) untuk memecahkan masalah
yang relevan.
5.
Melakukan pengukuran besaran-besaran panjang, massa, waktu dengan alat
ukur yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
|
3) Teknik Penilaian
b) Tes Praktik, merupakan penilaian
yang menuntut respon berupa keterampilan melakukan suatu aktivitas atau
perilaku sesuaidengan tuntutan kompetensi.Tes praktik dilakukan dengan
mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian digunakan
untuk menilai ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan
tugas tertentu seperti: praktik di laboratorium, praktik salat, praktik
olahraga, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca
puisi/deklamasi, dan sebagainya. Untuk dapat memenuhi kualitas perencanaan dan
pelaksanaan tes praktik, berikut ini adalah petunjuk teknis dan acuan dalam
merencanakan dan melaksanakan penilaian melalui tes praktik.
c) Projek, adalah tugas-tugas
belajar (learning tasks) yang meliputikegiatan perancangan, pelaksanaan,
dan pelaporan secaratertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. Penilaian
projek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas yang harus
diselesaikan dalam periode atau waktu tertentu.Tugas tersebut berupa suatu
investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan, pengorganisasian, pengolahan
dan penyajian data.Penilaian projek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman,
kemampuan mengaplikasikan, penyelidikan dan menginformasikan peserta didik pada
mata pelajaran dan indikator/topik tertentu secara jelas. Pada penilaian
projek, setidaknya ada 3 (tiga) hal yang perlu dipertimbangkan: (a) kemampuan
pengelolaan: kemampuan peserta didik dalam memilih indikator/topik, mencari
informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan, (b)
relevansi, kesesuaian dengan mata pelajaran dan indikator/topik, dengan
mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam
pembelajaran, dan (c) keaslian: proyek yang dilakukan peserta didik harus
merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa
petunjuk dan dukungan terhadap projek peserta didik.
d) Penilaian portofolio adalah
penilaian yang dilakukan dengan cara menilai kumpulan seluruh karya peserta
didik dalambidang tertentu yang bersifat reflektif-integratif untukmengetahui
minat, perkembangan, prestasi, dan/atau kreativitas peserta didik dalam kurun
waktu tertentu. Karya tersebut dapat berbentuk tindakan nyata yang mencerminkan
kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya. Penilaian portofolio merupakan
penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang
menunjukkan perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.
Informasi tersebut dapat berupa karya peserta didik atau hasil ulangan dari
proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh peserta didik. Akhir suatu
periode hasil karya tersebut dikumpulkan dan dinilai oleh guru.Berdasarkan
informasi perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai
perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan perbaikan.
Secara umum, asesmen dapat diartikan sebagai proses untuk
mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk dasar
pengambilan keputusan tentang siswa baik yang menyangkut kurikulumnya, program
pembelajarannya, iklim sekolah maupun kebijakan-kebijakan sekolah.
1. Mekanisme dan Prosedur Assesmen
Dalam
menerapkan asesmen ada beberapa mekanisme atau prosedur asesmen yang harus
diperhatikan:
a. Penilaian oleh pendidik
Dilakukan
secara berkesinambungan, bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar
peserta didik serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan
pembelajaran. Instrumen penilaian hasil belajar yang digunakan pendidik
memenuhi persyaratan:
1) Substansi adalah merepresentasikan
kompetensi yang dinilai,
2) Konstruksi adalah memenuhi persyaratan
teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan
3) Bahasa adalah menggunakan bahasa
yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan taraf perkembangan peserta
didik.
b.
Penilaian
oleh satuan pendidikan
Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan dilakukan untuk menilai pencapaian
kompetensi peserta didik pada semua mata pelajaran. Instrumen penilaian yang
digunakan oleh satuan pendidikan dalam bentuk ujian sekolah/madrasah memenuhi
persyaratan substansi, konstruksi, dan bahasa, serta memiliki bukti validitas
empirik.
c.
Penilaian
oleh pemerintah
Penilaian
hasil belajar oleh pemerintah dilakukan dalam bentuk UN yang bertujuan untuk
menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran
tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
Instrumen penilaian yang digunakan oleh pemerintah dalam bentuk UN memenuhi
persyaratan substansi, konstruksi, bahasa, dan memiliki bukti validitas empirik
serta menghasilkan skor yang dapat diperbandingkan antarsekolah, antardaerah,
dan antartahun.
2. Langkah-langkah Assesmen
Apapun bentuk dan jenis asesmen yang
dilakukan, hal ini tetap menuntut suatu perencanaan, termasuk pada saat
melakukan analisis. Dengan demikian maka akan diperoleh alat ukur atau
instrumen yang benar-benar dapat diandalkan (valid) dan dapat dipercaya
(reliabel) dalam mengukur apa yang seharusnya diukur. Berikut ini adalah
langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan asesmen:
a. Perencanaan
Aspek yang harus ada dalam perencanaan
asesmen adalah:
1)
Memilih fokus asesmen pada aspek
tertentu dari diri konselee
2)
Memilih instrumen yang akan
digunakan.
Setelah ditentukan fokus area asesmen,
Anda dapat merencanakan instrumen yang akan digunakan dalam asesmen. Banyak
instrumen yang dapat digunakan dalam asesmen seperti tes psikologis, observasi,
inventori, dan sebagainya. Tetapi untuk menentukan instrumen sangat
tergantung pada aspek apa yang akan diasesmen. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam memilih instrumen dalam asesmen diantaranya yaitu:
a) Kemampuan guru
sendiri,
b) Kewenangan guru
(baik dalam mengadministrasikan maupun dalam interpretasi hasilnya),
c) Ketersediaan
instrumen,
d) Waktu yang
tersedia, dan
e) Dana yang
tersedia.
3)
Penetapan waktu
Perencanaan waktu yang dimaksud adalah kapan asesmen akan
dilakukan. Penetapan waktu ini sangat erat berhubungan engan persiapan
pelaksanaan asesmen. Persiapan akan banyak menentukan keberhasilan suatu
asesmen, misalnya mempersiapkan instrumen, tempat, dan peralatan lain
yang diperlukan dalam pelaksanaan asesmen.
4)
Validitas dan
reliabilitas
Apabila instrumen yang kita gunakan adalah buatan sendiri
atau dikembangkan sendiri, maka instrumen itu perlu diuji validitas dan
reliabilitasnya. Karena validitas dan reliabilitas merupakan suatu syarat
mutlak suatu instrumen asesmen. Namun apabila kita menggunakan
instrumen yang sudah terstandar, Anda tidak perlu mencari validitas dan
reliabilitas karena instrumen tersebut sudah jelas memenuhi persyaratan
sebagai suatu instrumen.
b.
Pelaksanaan
Setelah perencanaan asesmen selesai, selanjutnya adalah
bagaimana melaksanakan rencana yang telah dibuat tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam melaksanakan asesmen adalah pelaksanaannya harus sesuai dengan manual
masing-masing instrumen. Manual suatu instrumen biasanya memuat:
1) Cara
mengerjakan,
2) Waktu yang
digunakan untuk mengerjakan asesmen,
3) Kunci
jawaban,
4) Cara analisis,
dan
5) Interpretasi.
c.
Analisis data
Langkah selanjutnya adalah analisis data, yaitu melakukan
analisis terhadap data yang diperoleh melalui instrumen yang digunakan
untuk mengambil data. Analisis dilakukan dengan mengikuti petunjuk yang ada dalam
manual masing-masing instrumen. Saat melakukan
analisis data kualitatif, perlu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut:
1) Yakinkan semua
data telah tersedia,
2) Buatlah salinan
data untuk berjaga-jaga kalau ada yang hilang,
3) Aturlah data
dalam judul dan masukkan dalam file,
4) Gunakan sistem
kartu-kartu dalam map,
5) Periksa
kebenaran hasil asesmen.
Apabila data bersifat kuantitatif maka
analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik. Dewasa ini, program
statistik dapat dengan mudah dilakukan dengan bantuan komputer, seperti program
excel, LISREL, SPSS, dan sebagainya.
d.
Interpretasi data
Interpretasi diartikan sebagai upaya mengatur dan
menilai fakta, menafsirkan pandangan, dan merumuskan kesimpulan yang mendukung.
Penafsiran harus dirumuskan dengan hati-hati, jujur, dan terbuka. Berikut ini
adalah hal-hal yang harus ada dalam interpretasi, yaitu:
1) Komponen untuk
menafsirkan atau interpretasi
hasil analisis data
Interpretasi berarti menilai objek
asesmen dan menentukandampakasesmen tersebut.
2) Petunjuk untuk
menafsirkan analisis data
e.
Tindak lanjut
Tindak lanjut adalah menindak lanjuti hasil asesmen.
3. Jenis-jenis Assesmen
Asesmen dapat dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu :
a.
Asesmen Konvensional
Biasanya menggunakan paper and pencil test atau
disebut dengan asesmen formal atau asesmen konvensional. Disebut
demikian karena metode inilah yang biasa digunakan oleh guru. Metode paper
and pencil test hanya dapat mengukur kemampuan kognitif peserta didik
namun belum dapat mengukur hasil belajar peserta didik secara holistik. Soal-soal tes
tradisional dibagi menjadi 2 tipe yaitu selected response items (soal
pilihan ganda dan benar-salah, memungkinkan siswa memilih jawaban di antara
alternatif yang tersedia) dan constructed-response item (esai
atau jawaban pendek mengisi titik-titik, mengharuskan siswa memberikan
jawabannya sendiri).
b.
Asesmen Berbasis Kinerja
Asesmen
ini menginginkan siswa dapat mengerjakan tugas tertentu seperti menulis esai,
melakukan eksperimen, menginterpretasi solusi untuk masalah atau menggambarkan
sesuatu. Siswa mengerjakan beragam tugas selama beberapa hari, bukan tugas yang
dapat diakses beberapa menit. Hal ini merupakan upaya mengukur berbagai macam
keterampilan dan proses intelektual yang kompleks. Asesmen kinerja bisa dalam
bentuk portofolio siswa atau penilaian dalam proses belajar mengajar misalkan
dalam kerja kelompok, eksperimen, atau diskusi kelompok.
1. Definisi Pengukuran
Dalam dunia pendidikan, yang dimaksud
pengukuran sebagaimana disampaikan Cangelosi adalah proses pengumpulan data
melalui pengamatan empiris. Proses pengumpulan ini dilakukan untuk menaksir apa
yang telah diperoleh siswa setelah mengikuti pelajaran selama waktu tertentu.
Proses ini dapat dilakukan dengan mengamati kinerja mereka, mendengarkan apa yang
mereka katakan serta mengumpulkan informasi yang sesuai dengan tujuan melalui
apa yang telah dilakukan siswa.
Menurut Mardapi pengukuran pada
dasarnya adalah kegiatan penentuan angka terhadap suatu obyek secara
sistematis. Karakteristik yang terdapat dalam obyek yang diukur ditransfer
menjadi bentuk angka sehingga lebih mudah untuk dinilai. aspek-aspek yang
terdapat dalam diri manusia seperti kognitif, afektif dan psikomotor dirubah
menjadi angka. Karenanya, kesalahan dalam mengangkakan aspek-aspek ini harus
sekecil mungkin. Kesalahan yang mungkin muncul dalam melakukan pengukuran
khususnya dibidang ilmu-ilmu sosial dapat berasal dari alat ukur, cara mengukur
dan obyek yang diukur.
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat
kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai
untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Selain dengan
tes, terkadang juga dipergunakan nontes. Jika tes dapat memberikan informasi
tentang karakteristik kognitif dan psikomotor, maka nontes dapat memberikan
informasi tentang karakteristik afektif obyek.
2. Objek Pengukuran dalam Bidang Pendidikan
Objek-objek
pengukuran dalam bidang pendidikan ialah:
a.
Prestasi
hasil belajar siswa
b.
Sikap
c.
Motivasi
d.
Intelegensi
e.
Bakat
f.
Kecerdasan
emosional
g.
Minat
h.
Kepribadian
Dalam bidang pendidikan, pengukuran memegang peranan
yang sangat penting. Data hasil pengukuran dalam bidang pendidikan memiliki
arti penting baik bagi sekolah atau lembaga pendidikan, guru maupun bagi siswa
dan masyarakat. Bagi guru misalnya hasil pengukuran berfungsi untuk
membandingkan tingkat kemampuan siswa dengan siswa-siswa lain dalam kelompok
yang diajarnya. Di sekolah pengukuran
dilakukan guru untuk menaksir prestasi siswa. Alat yang digunakan untuk
mengukur prestasi siswa pada umumnya
adalah tes yang disebut tes hasil belajar.
3. Jenis Instrumen Pengukuran
Secara umum yang dimaksud instrumen adalah suatu alat
yang memenuhi persyaratan akademis, sehingga dapat dipergunakan sebagai alat
mengukur suatu objek ukur atau mengumpulkan data mengenai suatu variabel. Pada
dasarnya instrumen dapat dibagi dua yaitu tes dan nontes. Yang termasuk
kelompok tes adalah tes prestasi belajar, tes intelegensia, tes bakat, dan tes
kemampuan akademik, sedangkan yang termasuk dalam kelompok nontes ialah skala sikap,
skala penilaian, pedoman observasi pedoman wawancara, angket, pemeriksaan
dokumen dan sebagainya.
4. Bentuk Skala Pengukuran
Dilihat
dari bentuk instrumen dan pernyataan yang dikembangkan dalam instrumen, skala
yang dapat digunakan dalam pengukuran bidang pendidikan yaitu:
a. Skala Likert
Skala
likert dalah skala yang dapat dipergunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan
persepsi seseorang atau kelompok orang tentang suatu gejala atau fenomena
pendidikan. Bentuk jawaban skala Likert ialah sangat setuju, ragu-ragu, tidak
setuju, dan sangat tidak setuju.
Contoh:
pertanyaan positif diberi skor 5, 4, 3, 2, dan 1; pertanyaan negatif diberi
skor 1, 2, 3, 4, 5 atau -2, -1, 0, 1, 2.
b. Skala Guttman
Skala
guttman yaitu skala yang menginginkan tipe jawaban tegas, seperti jawaban
benar-salah, ya-tidak, pernah-tidak pernah, positif-negatif dan seterusnya.
Pada skala Guttman hanya ada dua interval yaitu setuju dan tidak setuju. Selain
dapat dibuat dalam bentuk pertanyaan pilihan ganda, skala Guttman juga dapat
dibuat dalam bentuk daftar checklist.
c. Semantik differensial
Semantik differensial yaitu skala untuk mengukur sikap yang
tersusun dalam satu garis kontinum, dimana jawaban yang sangat positif terletak
pada bagian kanan garis, sedangkan jawaban yang sangat negatif terletak di
bagian kiri garis, atau sebaliknya.
d.
Rating Scale
Pada rating scale, data yang dihasilkan adalah data
kuantitatif (angka) yang kemudian ditafsirkan dalam pengertian kualitatif.
Dalam rating scale, responden akan memilih salah satu jawaban
kuantitatif yang telah tersedia. Rating scale dapat digunakan untuk
mengukur status sosial ekonomi, pengetahuan, kemampuan dan lain-lain. Yang
paling penting dalam rating scale adalah kemampuan menterjemahkan alternatif
jawaban yang dipilih responden.
e. Skala Thurstone
Skala thurstone yaitu skala yang disusun dengan
memilih butir yang berbentuk skala interval. Setiap butir memiliki kunci skor
dan jika diurut, kunci skor menghasilkan nilai dengan jarak yang sama. Skala
Thurstone dibuat dalam bentuk sejumlah (40-50) pernyataan yang relevan dengan
variabel yang hendak diukur kemudian sejumlah ahli (20-40) orang menilai
relevansi pernyataan itu dengan konten atau konstruk variabel yang hendak
diukur.
Tes (test) merupakan suatu alat
penilaian dalam bentuk tulisan untuk mencatat atau mengamati prestasi siswa
yang sejalan dengan target penilaian. Jawaban yang diharapkan dalam tes menurut
Sudjana dan Ibrahim (2001) dapat secara tertulis, lisan, atau perbuatan. Menurut
Zainul dan Nasution (2001) tes didefinisikan sebagai pertanyaan atau tugas atau
seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang suatu
atribut pendidikan atau suatu atribut psikologis tertentu. Setiap butir
pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap
benar. Dengan demikian apabila suatu tugas atau pertanyaan menuntut harus
dikerjakan oleh seseorang, tetapi tidak ada jawaban atau cara pengerjaan yang
benar dan salah maka tugas atau pertanyaan tersebut bukanlah tes.
Tes merupakan salah satu upaya
pengukuran terencana yang digunakan oleh guru untuk mencoba menciptakan
kesempatan bagi siswa dalam memperlihatkan prestasi mereka yang berkaitan
dengan tujuan yang telah ditentukan. Tes terdiri atas sejumlah soal yang harus
dikerjakan siswa. Setiap soal dalam tes menghadapkan siswa pada suatu tugas dan
menyediakan kondisi bagi siswa untuk menanggapi tugas atau soal tersebut.
Menurut Arikunto dan Jabar (2004) tes
merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur
sesuatu dengan menggunakan cara atau aturan yang telah ditentukan. Dalam hal
ini harus dibedakan pengertian antara tes, testing, testee, tester, adapun
pengertian masing-masingnya adalah:
- Tes merupakan tes masih merupakan alat evaluasi
yang umum digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam mencapai
tujuan pendidikan dan pembelajaran.
- Testing adalah saat pada waktu tes tersebut
dilaksanakan (saat pengambilan tes).
- Testee adalah responden yang mengerjakan tes.
Mereka inilah yang akan dinilai atau diukur kemampuannya.
- Tester adalah seseorang yang diserahi tugas
untuk melaksanakan pengambilan tes kepada responden.
Seringkali skor tes ini dipergunakan
sebagai satu-satunya indicator dalam menilai penguasaan konsep, efektivitas
metode belajar, guru serta aspek lainnya terhadap siswa di dalam praktek
pendidikan. Padahal dengan mempergunakan tes, aspek kemampuan afektif siswa
kurang terukur, sehingga sangatlah penting untuk tidak membuat generalisasi
kemampuan siswa hanya melalui tes saja.
Tes yang baik harus tersusun dari
item-item yang baik, oleh karenanya disamping ada ukuran validitas dan
reliabilitas tes, dikenal pula validitas item. Ukuran validitas item pada
umumnya menggunakan tingkat kesukaran item, daya beda item dan tingkat tebakan
menjawab benar(gueesing).
Ditinjau dari tujuannya, ada empat macam tes, yaitu:
·
Tes
penempatan adalah tes yang diperlukan untuk menempatkan siswa dalam kelompok
siswa sesuai dengan kemampuannya
·
Tes
diagnostik adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan, sebagai dasar
perbaikan.
·
Tes
formatif dimaksudkan sebagai tes yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana
siswa telah terbentuk setelah mengikuti proses belajar mengajar.
·
Tes
sumatif adalah tes yang digunakan untuk mengetahui penguasaan kompetensi siswa
dalam satuan waktu tertentu seperti catur wulan atau semester..
Sedangkan berdasarkan bentuk pertanyaannya, tes dapat dibedakan menjadi
:
1. Tes objektif
Tes objektif adalah tes dimana keseluruhan informasi yang diperlukan
untuk menjawab tes telah tersedia dan peserta harus memilih salah satu
alternatif yang disediakan tersebut. Terdapat beberapa bentuk tes objektif,
yaitu:
a.
Tes benar
salah
Tes benar salah adalah tes yang memuat
pernyataan benar atau salah. Peserta bertugas menandai masing-masing pernyataan
itu dengan melingkari huruf “B” jika pernyataan benar, dan “S” jika pernyataan
salah.
b.
Tes
pilihan ganda
Tes pilihan ganda adalah tes yang memuat
serangkaian informasi yang belum lengkap, dan untuk melengkapinya dilakukan
dengan memilih berbagai alternatif pilihan yang disediakan. Ada empat variasi
tes pilihan ganda, yaitu: tes pilihan ganda biasa, asosiasi, hubungan antar
hal, dan menjodohkan.
·
Tes
pilihan ganda, adalah soal yang disertai beberapa alternatif jawaban dimana
hanya tersedia 1 pilihan benar, dan siswa tugasnya adalah memilih mana dari
alternatif-alternatif tersebut yang benar.
·
Tes
asosiasi, merupakan modifikasi dari tes pilihan ganda biasa. Bentuk asosiasi
juga terdiri dari satu pernyataan dan beberapa alternatif jawaban, hanya saja
terdapat lebih dari satu jawaban yang benar.
·
Tes
hubungan antar hal, adalah soal yang memuat pernyataan dan alasan, dengan pola
memuat pernyataan dan memuat alasan. Petunjuk pilihan:
(a) Jika pernyataan benar, alasan benar, dan ada hubungan sebab akibat
(b) Jika pernyataan benar, alasan benar, dan tidak ada hubungan sebab
akibat
(c) Jika pernyataan benar, alasan salah
(d) Jika pernyataan salah, dan alasan salah
(e) Baik pernyataan maupun alasan salah
Tes ini jarang digunakan, padahal tes
hubungan antar hal ini sangat baik digunakan untuk mengukur banyak dimensi
belajar matematika, antara lain: kemampuan bernalar siswa, pemahaman konsep,
hubungan antar konsep, kemampuan berpikir matematis, dan lain-lain.
·
Tes
menjodohkan, dalam bentuk tradisional item tes menjodohkan terdiri dari dua
kolom yang pararel. Tiap kata, bilangan, atau simbol dijodohkan dengan kalimat,
frase, atau kata dalam kolom yang lain. Item pada kolom di mana penjodohan
dicari disebut premis, sedangkan kolom di mana pilihan dicari disebut respon.
Tugas siswa adalah memasangkan antara presmis dan respon berdasarkan aturan
yang ditentukan.
Tes menjodohkan ini juga relatif jarang digunakan dalam penilaian pembelajaran
matematika. Padahal seperti halnya tes hubungan antar hal, tes bentuk ini juga
dapat digunakan untuk mengukur banyak dimensi belajar matematika, antara lain:
mengukur kemampuan bernalar siswa, pemahaman konsep, hubungan antar konsep,
kemampuan berpikir matematis, dan lain-lain.
Keunggulan dan Kelemahan Tipe Soal Objektif
(Pilihan Ganda)
2.
Tes esay
Tes esay adalah suatu bentuk tes yang terdiri dari pertanyaan atau
perintah yang menghendaki jawaban yang berupa uraian-uraian yang relatif panjang.
Tes ini dirancang untuk mengukur hasil belajar di mana unsur yang diperlukan
untuk menjawab soal dicari, diciptakan dan disusun sendiri siswa. Siswa harus
menyusun sendiri kata dan kalimat untuk menjawabannya. Tes esay
diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk, yiatu: uraian bebas (non objektif),
uraian terstruktur (objektif), jawaban singkat, dan isian (melengkapi).
a.
Uraian
non objektif
Bentuk uraian bebas memberikan kebebasan untuk memberikan opini serta
alas an yang diperlukan. Jawaban siswa tidak dibatasi oleh persyaratan
tertentu.
b.
Uraian
objektif
Bentuk uraian terstruktur atau uraian terbatas meminta siswa untuk
memberikan jawaban terhadap soal dengan persyaratan tertentu
c.
Jawaban
singkat
Tes jawaban singkat merupakan tipe item tes yang dapat dijawab dengan
kata, frasa, bilangan, atau simbol. Tes jawaban singkat menggunakan pertanyaan
langsung, dan siswa diminta memberi jawaban singkat, tepat dan jelas.
d.
Bentuk
melengkapi (isian)
Item tes melengkapi hampir sama dengan jawaban singkat, yaitu merupakan
tipe item tes yang dapat dijawab dengan kata, frasa, bilangan atau simbol.
Bedanya, item tes melengkapi merupakan pernyataan yang tidak lengkap, dan siswa
diminta untuk melengkapi pernyataan tersebut. Tes esay perlu lebih dikembangkan
penggunaanya dalam penilaian pembelajaran matematika. Penggunaan tes esay
selama ini agak kurang karena lebih dominan digunakan tes objektif. Padahal tes
esay ini sangat baik untuk penilaian pembelajaran
Keunggulan dan Kelemahan Tipe Soal Tipe Esai (Karangan)
BAB III
PEMBAHASAN
A. MATRIKS PERBANDINGAN PENILAIAN, ASSESMENT, PENGUKURAN,
TESTING
Istilah
|
Pengertian Menurut Para Ahli
|
Kesimpulan
|
Penilaian
(Evaluasi)
|
Sudiono,
Anas (2005) mengemukakan bahwa secara harfiah kata evaluasi berasal dari
bahasa Inggris evaluation, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar
katanya adalah value yang artinya nilai. Jadi istilah evaluasi menunjuk pada
suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.
|
·
Evaluasi berasal dari akar kata bahasa Inggris value
yang berarti nilai, jadi istilah evaluasi sinonim dengan penilaian.
·
Evaluasi
merupakan proses sistematis dari mengumpulkan, menganalisis, hingga
interpretasi (menafsirkan) data atau informasi yang diperoleh.
·
Data
atau informasi diperoleh melalui pengukuran (measurement) hasil
belajar.melalui tes atau nontes.
·
Evaluasi bersifat kualitatif
|
Frey,
Barbara A., and Susan W. Alman. (2003): Evaluation The systematic process
of collecting, analyzing, and interpreting information to determine the
extent to which pupils are achieving instructional objectives. (Artinya:
Evaluasi adalah proses sistematis pengumpulan, analisis, dan interpretasi
informasi untuk menentukan sejauh mana siswa yang mencapai tujuan
instruksional).
|
||
Mardapi,
Djemari (2003), penilaian adalah kegiatan menafsirkan atau mendeskripsikan
hasil pengukuran.
|
||
Zainul,
Asmawi dan Noehi Nasution (2001), mengartikan penilaian adalah suatu proses
untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui
pengukuran hasil belajar baik yang menggunakan tes maupun nontes.
|
||
Arikunto
(2009), penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan
ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Untuk dapat melakukan penilaian perlu melakukan pengukuran terlebih dahulu, sedangkan pengukuran tidak akan mempunyai makna yang berarti tanpa dilakukan penilaian.
|
||
Sudijono
(2006), penilaian berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung
arti: mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mendasarkan diri atau
berpegang pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh
das sebagainya. Jadi penilaian itu sifatnya adalah kualitatif.
|
||
Black
dan William (Rasyid, 2007) mendefinisikan penilaian sebagai semua aktifitas
yang dilakukan oleh guru dan siswa untuk menilai diri mereka sendiri, yang
memberikan informasi untuk digunakan sebagai umpan balik untuk memodifikasi
aktivitas belajar dan mengajar.
|
||
Rasyid
dan Mansur (2007) penilaian adalah proses pengumpulan informasi atau data
yang digunakan untuk membuat keputusan tentang pembelajaran. Pembelajaran
yang dimaksud mencakup siswa, kurikulum, program, dan kebijakan. Proses
penilaian meliputi pengumpulan bukti-bukti tentang pencapaian belajar peserta
didik. Bukti ini tidak selalu diperoleh melaui tes saja, tetapi juga bisa
dikumpulkan melalui pengamatan atau laporan diri.
|
||
Linn
& Gronlund (Koyan, 2011) penilaian (assesment)
adalah istilah umum yang melibatkan semua rangkaian prosedur yang digunakan
untuk mendapatkan informasi tentang hasil belajar peserta didik (misalnya:
observasi, skala bertingkat tentang kinerja, tes tertulis) dan pelaksanaan
penilaian mengenai kemajuan belajar peserta didik.
|
||
Permendiknas No 20 tahun 2007 tentang
standar penilaian dijelaskan bahwa penilaian adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar siswa.
Penilaian tidak sekedar pengumpulan data siswa, tetapi juga pengolahannya untuk
memperoleh gambaran proses dan hasil belajar siswa. Penilaian tidak sekedar
memberi soal siswa kemudian selesai, tetapi guru harus menindaklanjutinya
untuk kepentingan pembelajaran.
|
||
Kumano (2001) evaluasi merupakan
penilaian terhadap data yang dikumpulkan melalui kegiatan asesmen.
|
||
Calongesi (1995) evaluasi adalah
suatu keputusan tentang nilai berdasarkan hasil pengukuran
|
||
Purwanto (2002) Evaluasi merupakan
suatu proses yang sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai
sejauhmana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa.
|
||
Cronbach (Harris, 1985) menyatakan
bahwa evaluasi merupakan pemeriksaan yang sistematis terhadap segala
peristiwa yang terjadi sebagai akibat dilaksanakannya suatu program.
|
||
Pengukuran (Measurement)
|
Alwasilah
et al.(1996), measurement (pengukuran) merupakan proses yang mendeskripsikan
performa siswa dengan menggunakan suatu skala kuantitatif (sistem angka)
sedemikian rupa sehingga sifat kualitatif dari performa siswa tersebut
dinyatakan dengan angka-angka
|
·
Kegiatan
pengukuran dilakukan dengan membandingkan hasil belajar dengan suatu ukuran
tertentu.
·
Dilakukan
dengan proses sistematis.
·
Hasil pengukuran berupa besaran kuantitatif
(sistem angka).
·
Pengukuran
menggunakan alat ukur yang baku.
|
Arikunto dan Jabar (2004)
menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan
suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi
kuantitatif.
|
||
Cangelosi, James S. (1995),
pengukuran adalah proses pengumpulan data secara empiris yang digunakan untuk
mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan.
|
||
Sridadi (2007) pengukuran adalah
suatu prose yang dilakukan secara sistematis untuk memperoleh besaran
kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan menggunakan alat ukur yang baku.
|
||
Kerlinger (1996:687) Pengukuran
(measurement) adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan alat ukurnya
dan kemudian menerakan angka menurut sistem aturan tertentu
|
||
Hopkins dan Antes (1979:10)
mendefinisikan pengukuran sebagai pemberian angka pada atribut dari objek,
orang atau kejadian yang dilakukan untuk menunjukkan perbedaan dalam jumlah.
|
||
Asmawi Zainul dan Noehi Nasution
mengartikan pengukuran sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau
karakteristik tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu
menurut aturan atau formulasi yang jelas.
|
||
Norman E. Gronlund (1971) yang
menyatakan “Measurement is limited to
quantitative descriptions of pupil behavior”.
|
||
Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua
karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2)
menurut suatu aturan atau formula tertentu.
|
||
Assesment
|
Angelo T.A.(1991): Classroom
Assessment is a simple method faculty can use to collect feedback, early and
often, on how well their students are learning what they are being taught.
(Artinya: asesmen Kelas adalah suatu metode yang sederhana dapat digunakan
untuk mengumpulkan umpan balik, baik di awal maupun setelah pembelajaran
tentang seberapa baik siswa mempelajari apa yang telah diajarkan kepada
mereka.)
|
·
Asesmen
merupakan metode dan proses yang digunakan untuk mengumpulkan umpan balik
tentang seberapa baik siswa belajar.
·
Dapat
dilakukan di awal, di akhir (sesudah), maupun saat pembelajaran sedang
berlangsung.
·
Asesmen dapat berupa tes atau nontes.
·
Asesmen berupa nontes misalnya penggunaan metode
observasi, wawancara, monitoring tingkah laku, dsb.
·
Hasilnya
dapat digunakan untuk pengambilan keputusan.
·
Bertujuan
meningkatkan belajar (pembelajaran) dan perkembangan siswa.
|
Kizlik, Bob (2009): Assessment
is a process by which information is obtained relative to some known
objective or goal. Assessment is a broad term that includes testing. A test
is a special form of assessment. Tests are assessments made under contrived
circumstances especially so that they may be administered. In other words,
all tests are assessments, but not all assessments are tests. (Artinya :
asesmen adalah suatu proses dimana informasi diperoleh berkaitan dengan
tujuan pembelajaran. Asesmen adalah istilah yang luas yang mencakup tes
(pengujian). Tes adalah bentuk khusus dari asesmen. Tes adalah salah satu
bentuk asesmen. Dengan kata lain, semua tes merupakan asesmen, namun tidak
semua asesmen berupa tes)
|
||
Overton, Terry (2008): Assesment
is a process of gathering information to monitor progress and make
educational decisions if necessary. As noted in my definition of test, an
assesment may include a test, but also include methods such as observations,
interview, behavior monitoring, etc. (Artinya: sesmen adalah suatu proses
pengumpulan informasi untuk memonitor kemajuan dan bila diperlukan
pengambilan keputusan dalam bidang pendidikan. Sebagaimana disebutkan dalam
definisi saya tentang tes, suatu asesmen bisa saja terdiri dari tes, atau
bisa juga terdiri dari berbagai metode seperti observasi, wawancara,
monitoring tingkah laku, dan sebagainya).
|
||
Palomba and Banta(1999), Assessment
is the systematic collection , review , and use of information about
educational programs undertaken for the purpose of improving student learning
and development (Artinya: asesmen adalah pengumpulan, reviu, dan
penggunaan informasi secara sistematik tentang program pendidikan dengan
tujuan meningkatkan belajar dan perkembangan siswa).
|
||
Stiggins (1994) assesment sebagai
penilaian proses, kemajuan, dan hasil belajar siswa (outcomes).
|
||
Kumano (2001) menyatakan bahwa
assesment sebagai “The process of collengting data which shows the
development of learning”.
|
||
Wiggins (1984) menyatakan bahwa
asesmen merupakan sarana yang secara kronologis membantu guru dalam memonitor
siswa.
|
||
Popham (1995) menyatakan bahwa
asesmen sudah seharusnya merupakan bagian dari pembelajaran, bukan merupakan
hal yang terpisahkan.
|
||
Resnick (1985) menyatakan bahwa
asesmen menitikberatkan penilaian pada proses belajar siswa.
|
||
Marzano et al. (1994) menyatakan
bahwa dalam mengungkap konsep yang telah dicapai, akan tetapi juga tentang
proses perkembangan bagaimana suatu konsep tersebut diperoleh. Dalam hal ini
asesmen tidak hanya dapat menilai hasil dan proses belajar siswa, akan tetapi
juga kemajuan belajarnya.
|
||
Gabel (1993:388-390)
mengkategorikan asesmen kedalam dua kelompok besar, yaitu asesmen tradisional
dan asesmen alternatif. Adapun asesmen yang tergolong tradisional adalah tes
benar-salah, tes pilihan ganda, tes melengkapi, dan tes jawaban terbatas.
Sementara itu, yang tergolong kedalam asesmen alternatif (non-tes) adalah
essay/uraian, penilaian praktek, penilaian proyek, kuesioner, inventori,
daftar Cek, penilaian oleh teman sebaya/sejawat, penilaian diri (self assessment),
pertofolio, observasi, diskusi dan interviu (wawancara).
|
||
Tes
|
Wayan Nurkencana (1993), tes
adalah suatu cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas yang
harus dikerjakan anak atau sekelompok anak sehingga menghasilkan suatu nilai
tentang tingkah laku atau prestasi anak tersebut yang kemudian dapat dibandingkan
dengan nilai yang dicapai oleh anak-anak lain atau standar yang telah
ditetapkan
|
·
Tes
adalah cara atau metode untuk menentukan kemampuan siswa menyelesaikan tugas
tertentu atau mendemonstrasikan penguasaan suatu keterampilan atau
pengetahuan.
·
Beberapa
tipe tes misalnya tes pilihan ganda atau tes mengeja mingguan.
·
Tes adalah salah satu bentuk asesmen
|
Overton, Terry (2008): test is
a method to determine a student’s ability to complete certain tasks or
demontstrate mastery of a skill or knowledge of content. Some types would be
multiple choice tests or a weekly spelling test. While it commonly used
interchangeably with assesment, or even evaluation, it can be distinguished
by the fact that a test is one form of an assesment. (Tes adalah
suatu metode untuk menentukan kemampuan siswa menyelesaikan sejumlah tugas
tertentu atau mendemonstrasikan penguasaan suatu keterampilan atau
pengetahuan pada suatu materi pelajaran. Beberapa tipe tes misalnya tes
pilihan ganda atau tes mengeja mingguan. Seringkali penggunaannya tertukar
dengan asesmen, atau bahkan evaluasi (penilaian), yang mana sebenarnya tes
dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan kenyataan bahwa tes adalah salah
satu bentuk asesmen.)
|
||
Djemari (2008:67) menyatakan bahwa
tes merupakan salah satu cara untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang
secara tidak langsung, yaitu melalui respons seseorang terhadap stimulus atau
pertanyaan.
|
||
(Jacobs & Chase, 1992;
Alwasilah, 1996) Tes (test) merupakan suatu alat penilaian dalam bentuk
tulisan untuk mencatat atau mengamati prestasi siswa yang sejalan dengan
target penilaian.
|
||
Zainul dan Nasution (2001) tes
didefinisikan sebagai pertanyaan atau tugas atau seperangkat tugas yang
direncanakan untuk memperoleh informasi tentang suatu atribut pendidikan atau
suatu atribut psikologis tertentu.
|
||
Calongesi (1995) Tes merupakan
salah satu upaya pengukuran terencana yang digunakan oleh guru untuk mencoba
menciptakan kesempatan bagi siswa dalam memperlihatkan prestasi mereka yang
berkaitan dengan tujuan yang telah ditentukan.
|
||
Arikunto dan Jabar (2004) tes merupakan
alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu
dengan menggunakan cara atau aturan yang telah ditentukan.
|
||
Subekti & Firman (1989) tes
merupakan alat evaluasi yang umum digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa
dalam mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran.
|
Diagram Kedudukan
Istilah Evaluasi, Penilaian, Pengukuran, Asesmen, dan Tes
Perhatikan Gambar berikut, yang
merupakan diagram kedudukan istilah evaluasi, penilaian, pengukuran, asesmen,
dan tes yang seringkali membingungkan. Diagram dibuat berdasarkan induksi dari
pengertian evaluasi (penilaian), penegertian pengukuran, pengertian asesmen,
dan pengertian tesmenurut para ahli di atas.
Diagram yang menunjukkan kedudukan
istilah-istilah "Evaluasi", "Penilaian",
"Pengukuran", "Asesmen", dan "Tes"
Diagram yang menunjukkan kedudukan
istilah-istilah "Evaluasi", "Penilaian",
"Pengukuran", "Asesmen", dan "Tes"
|
B.
MATRIKS PERBEDAAN
JENIS-JENIS VALIDITAS
Pengertian
Azwar
(1986) Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
Walizer
(1987) adalah tingkaat kesesuaian antara suatu batasan konseptual yang
diberikan dengan bantuan operasional yang telah dikembangkan.
Aritonang
R. (2007) validitas suatu instrumen berkaitan dengan kemampuan instrument itu
untuk mengukur atu mengungkap karakteristik dari variabel yang dimaksudkan
untuk diukur.
Masri
Singarimbun, validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu
mengukur apa yang ingin diukur.
Suharsimi
Arikunto, validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen
bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur.
Soetarlinah
Sukadji, validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang
seharusnya diukur.
Suryabrata (2000: 41) menyatakan
bahwa validitas tes pada dasarnya menunjuk kepada derajat fungsi pengukurnya
suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya sesuatu tes.
Sudjana (2004: 12) menyatakan
bahwa validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep
yang dinilai sehingga betul-betul
menilai apa yang seharusnya dinilai.
Suatu
alat ukur disebut memiliki validitas bilamana alat ukur tersebut isinya
lanyak mengukur obyek yang seharusnya diukur dan sesuai dengan kriteria
tertentu (Thoha, 1990).
Grondlund (Ibrahim & Wahyuni, 2012)
validitas mengarah kepada ketepatan interpretasi hasil penggunan suatu
prosedur evaluasi sesuai dengan tujuan pengukurannya.
Jenis-Jenis Validitas
Ebel
(dalam Nazirz 1988) membagi validitas menjadi :
1. Concurrent
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan
kinerja.
2. Construct
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa
yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu
konstruk tertentu dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.
3. Face
Validity adalah validitas yang berhuubungan apa yang nampak dalam mengukur
sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
4. Factorial
Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan
faktor-faktor yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku
lainnya, di mana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis
faktor.
5. Empirical
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan
suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung
dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
6. Intrinsic
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba
untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bhwa suatu
alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusny diukur.
7. Predictive
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu
alat ukur dengan kinerj seorang di msa mendatang.
8. Content
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari
suatu populasi.
9. Curricular
Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari
pengukuran dan menilai seberapa jauh pungukuran tersebut merupakan alat
ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan
instruksional.
Kerlinger
(1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu:
1. Content
validity (Validitas isi) adalah validitas yang diperhitungkan melalui
pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang
dicari jawabannya dalam validitas ini adalah “sejauh mana item-item dalam
suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur
oleh alat ukur yang bersangkutan?” atau berhubungan dengan representasi dari
keseluruhan kawasan.
Validitas isi suatu instrumen
berkaitan dengan kesesuaian antara karakteristik dari variaabel yang
dirumuskan pada definisi konseptual dan operasionalnya. Apabila semua
karakteristik variabel yang dirumuskan pada definisi konseptualnya dapat
diungkap melalui butir-butir suatu instrument, maka instrument itu dinyatakan
memiliki validitas isi yang baik. Sayangnya, hal itu mungkin tidak akan
pernah tercapai karena sulitnya untuk mendefinisikan keseluruhan
karakteristik itu. Selain itu, dari seluruh karakteristik yang dirumuskan
pada definisi konseptual suatu variabel seringkali sulit untuk mengembangkan
butir-butir yang valid untuk mengungkap atau mengukurnya.
Validitas isi dapat dianalisis
dengan cara memperhatikan penampakan luar dari instrument dan dengan menganalisis
kesesuaian butir-butirnya dengan karakteristik yang dirumuskan pada definisi
konseptual variabel yang diukur. Validitas yang dianalisis dengan
memperhatikan penampilan luar instrument itu disebut validitas tampang (face
validity). Validitas tampang dievaluasi dengan membaca dan menyelidiki
butir-butir instrument serta sekaligus membandingkannya dengan definisi
konseptual mengenai variabel yang akan diukur. Validitas yang dianalisis
dengan memperhatikan kerepresentativan butir-butir instrument disebut
validitas penyampelan (sampling validity) atau kuikulum (curriculum
validity). Validitas tampang maupun penyampelan disebut juga sebagai
validitas teoritis karena penganalisisannya lazim dilakukan tanpa didasarkan
pada data empiris. Alat yang digunakan untuk menganalisis validitas itu
adalah logika dari orang yang menganalisisnya.
Menurut Saifuddin Azwar,
validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap
isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Pertanyaan
yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah ”sejauh mana item-item
dalam tes mencakup keseluruhan kawasan ini (dengan catatan tidak keluar dari
batasan tujuan ukur) objek yang hendak diukur” atau ”sejauh mana isi tes
mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur”.
a. Selanjutnya,
validitas isi terbagi lagi menjadi dua tipe (Saifuddin Azwar), yaitu:
Face Validity (Validitas Muka) adalah tipe validitas yang paling rendah
signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi
alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin
diukur maka dapat dikatakan maka validitas muka telah terpenuhi.
b. Logical
Validity (Validitas Logis) disebut juga sebagai Validitas Sampling (Sampling
Validity) adalah validitas yang menunjuk pada sejauh mana isi alat ukur
merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur.
Validitas
logis sangat penting peranannya dalam penyusunan prestasi dan penyusunan
skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atu table spesifikasi.
2. Construct
validity (Validitas konstruk) adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh
mana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak
diukurnya. (Allen & Yen, dalam Azwar 1986).
Pengujian validitas konstruk merupakan prosesyang terus berlanjut sejalan
dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur.
Menurut Saifuddin Azwar,
validitas konstruk adalah seberapa besar derajat tes mengukur hipotesis yang
dikehendaki untuk diukur. Konstruk adalah perangai yang tidak dapat diamati,
yang menjelaskan perilaku. Menguji validitas konstruk mencakup uji hipotesis
yang dideduksi dari suatu teori yang mengajukan konstruk tersebut.
3. Criterion-related
validity (Validitas berdasar kriteria). Validitas ini menghendaki tersedianya
criteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu
kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksi oleh skor alat ukur.
Dilihat
dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi berdasar
kriteria menghasilkan dua macam validitas (Saifuddinn Azwar), yaitu:
1. Validitas
Prediktif. Validitas Prediktif sangat penting artinya bila alat ukur
dimaksudkan untuk berfungsi sebagai predictor bagi kinerja di masa yang akan
datang. Contoh situasi yang menghendaki adanya prediksi kinerja ini antara
lain adalah dalam bimbingan karir; seleksi mahasiswa baru, penempatan
karyawan, dan semacamnya. Menurut Saifuddin Azwar, validitas prediktif adalah
seberapa besar derajat tes berhasil memprediksi kesuksesan seseorang pada
situasi yang akan datang. Validitas prediktif ditentukan dengan mengungkapkan
hubungan antara skor tes dengan hasil tes atau ukuran lain kesuksesan dalam
satu situasi sasaran.
2. Validitas
Konkuren. Apabila skor alat ukur dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam
waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan
koefisien validitas konkuren. Menurut Saifuddin Azwar, validitas ini
menunjukkan seberapa besar derajat skor tes berkorelasi dengan skor yang
diperoleh dari tes lain yang sudah mantap, bila disajikan pada saat yang
sama, atau dibandingkan dengan criteria lain yang valid yang diperoleh pada
saat yang sama.
Asosiasi
Psikologi Amerika (APA) (1974; dalam Anastasia, 1982) membedakan tiga tipe
validitas, yaitu validitas isi, yang dikaitkan dengan criteria, dan
konnstrak.
Penilaian Validitas
Untuk mencari tingkat validitas digunakan rumus product
moment metoda Pearson
sebagai berikut:
dimana x = X – Xrata-rata dan y = Y – Yrata-rata (1)
Keterangan:
x = Deviasi penilaian akhir
y = Deviasi penilaian awal
r = Korelasi
antara x dan y (dua variabel yang akan
dikorelasikan)
Dari nilai r yang telah
didapatkan maka perlu interpretasi dari nilai tersebut untuk menunjukkan
kevalidan suatu penilaian. Kriteria nilai r yang
digunakan untuk menentukan suatu penilaian valid dapat
dilihat pada Tabel 1
berikut:
Tabel 1. Kriteria Korelasi Koefisien Validitas
No
Nilai r antara
Klasifikasi
1.
0,000 – 0,200
Korelasi sangat
rendah
2.
0,200 – 0,400
Korelasi rendah
3.
0,400 – 0,600
Korelasi cukup
4.
0,600 – 0,800
Korelasi tinggi
5.
0,800 – 1,000
Korelasi sangat
tinggi
Sumber: Suharsimi (2008: 221)
Pengertian
|
Azwar
(1986) Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.
|
||||||||||||||||||
Walizer
(1987) adalah tingkaat kesesuaian antara suatu batasan konseptual yang
diberikan dengan bantuan operasional yang telah dikembangkan.
|
|||||||||||||||||||
Aritonang
R. (2007) validitas suatu instrumen berkaitan dengan kemampuan instrument itu
untuk mengukur atu mengungkap karakteristik dari variabel yang dimaksudkan
untuk diukur.
|
|||||||||||||||||||
Masri
Singarimbun, validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu
mengukur apa yang ingin diukur.
|
|||||||||||||||||||
Suharsimi
Arikunto, validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen
bersangkutan yang mampu mengukur apa yang akan diukur.
|
|||||||||||||||||||
Soetarlinah
Sukadji, validitas adalah derajat yang menyatakan suatu tes mengukur apa yang
seharusnya diukur.
|
|||||||||||||||||||
Suryabrata (2000: 41) menyatakan
bahwa validitas tes pada dasarnya menunjuk kepada derajat fungsi pengukurnya
suatu tes, atau derajat kecermatan ukurnya sesuatu tes.
|
|||||||||||||||||||
Sudjana (2004: 12) menyatakan
bahwa validitas berkenaan dengan ketepatan alat penilaian terhadap konsep
yang dinilai sehingga betul-betul
menilai apa yang seharusnya dinilai.
|
|||||||||||||||||||
Suatu
alat ukur disebut memiliki validitas bilamana alat ukur tersebut isinya
lanyak mengukur obyek yang seharusnya diukur dan sesuai dengan kriteria
tertentu (Thoha, 1990).
|
|||||||||||||||||||
Grondlund (Ibrahim & Wahyuni, 2012)
validitas mengarah kepada ketepatan interpretasi hasil penggunan suatu
prosedur evaluasi sesuai dengan tujuan pengukurannya.
|
|||||||||||||||||||
Jenis-Jenis Validitas
|
Ebel
(dalam Nazirz 1988) membagi validitas menjadi :
1. Concurrent
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan
kinerja.
2. Construct
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan kualitas aspek psikologis apa
yang diukur oleh suatu pengukuran serta terdapat evaluasi bahwa suatu
konstruk tertentu dapat menyebabkan kinerja yang baik dalam pengukuran.
3. Face
Validity adalah validitas yang berhuubungan apa yang nampak dalam mengukur
sesuatu dan bukan terhadap apa yang seharusnya hendak diukur.
4. Factorial
Validity dari sebuah alat ukur adalah korelasi antara alat ukur dengan
faktor-faktor yang bersamaan dalam suatu kelompok atau ukuran-ukuran perilaku
lainnya, di mana validitas ini diperoleh dengan menggunakan teknik analisis
faktor.
5. Empirical
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor dengan
suatu kriteria. Kriteria tersebut adalah ukuran yang bebas dan langsung
dengan apa yang ingin diramalkan oleh pengukuran.
6. Intrinsic
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan penggunaan teknik uji coba
untuk memperoleh bukti kuantitatif dan objektif untuk mendukung bhwa suatu
alat ukur benar-benar mengukur apa yang seharusny diukur.
7. Predictive
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan hubungan antara skor suatu
alat ukur dengan kinerj seorang di msa mendatang.
8. Content
Validity adalah validitas yang berkenaan dengan baik buruknya sampling dari
suatu populasi.
9. Curricular
Validity adalah validitas yang ditentukan dengan cara menilik isi dari
pengukuran dan menilai seberapa jauh pungukuran tersebut merupakan alat
ukur yang benar-benar mengukur aspek-aspek sesuai dengan tujuan
instruksional.
|
||||||||||||||||||
Kerlinger
(1990) membagi validitas menjadi tiga yaitu:
1. Content
validity (Validitas isi) adalah validitas yang diperhitungkan melalui
pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional. Pertanyaan yang
dicari jawabannya dalam validitas ini adalah “sejauh mana item-item dalam
suatu alat ukur mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur
oleh alat ukur yang bersangkutan?” atau berhubungan dengan representasi dari
keseluruhan kawasan.
Validitas isi suatu instrumen
berkaitan dengan kesesuaian antara karakteristik dari variaabel yang
dirumuskan pada definisi konseptual dan operasionalnya. Apabila semua
karakteristik variabel yang dirumuskan pada definisi konseptualnya dapat
diungkap melalui butir-butir suatu instrument, maka instrument itu dinyatakan
memiliki validitas isi yang baik. Sayangnya, hal itu mungkin tidak akan
pernah tercapai karena sulitnya untuk mendefinisikan keseluruhan
karakteristik itu. Selain itu, dari seluruh karakteristik yang dirumuskan
pada definisi konseptual suatu variabel seringkali sulit untuk mengembangkan
butir-butir yang valid untuk mengungkap atau mengukurnya.
Validitas isi dapat dianalisis
dengan cara memperhatikan penampakan luar dari instrument dan dengan menganalisis
kesesuaian butir-butirnya dengan karakteristik yang dirumuskan pada definisi
konseptual variabel yang diukur. Validitas yang dianalisis dengan
memperhatikan penampilan luar instrument itu disebut validitas tampang (face
validity). Validitas tampang dievaluasi dengan membaca dan menyelidiki
butir-butir instrument serta sekaligus membandingkannya dengan definisi
konseptual mengenai variabel yang akan diukur. Validitas yang dianalisis
dengan memperhatikan kerepresentativan butir-butir instrument disebut
validitas penyampelan (sampling validity) atau kuikulum (curriculum
validity). Validitas tampang maupun penyampelan disebut juga sebagai
validitas teoritis karena penganalisisannya lazim dilakukan tanpa didasarkan
pada data empiris. Alat yang digunakan untuk menganalisis validitas itu
adalah logika dari orang yang menganalisisnya.
Menurut Saifuddin Azwar,
validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap
isi tes dengan analisis rasional atau lewat professional judgement. Pertanyaan
yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah ”sejauh mana item-item
dalam tes mencakup keseluruhan kawasan ini (dengan catatan tidak keluar dari
batasan tujuan ukur) objek yang hendak diukur” atau ”sejauh mana isi tes
mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur”.
a. Selanjutnya,
validitas isi terbagi lagi menjadi dua tipe (Saifuddin Azwar), yaitu:
Face Validity (Validitas Muka) adalah tipe validitas yang paling rendah signifikansinya karena hanya didasarkan pada penilaian selintas mengenai isi alat ukur. Apabila isi alat ukur telah tampak sesuai dengan apa yang ingin diukur maka dapat dikatakan maka validitas muka telah terpenuhi.
b. Logical
Validity (Validitas Logis) disebut juga sebagai Validitas Sampling (Sampling
Validity) adalah validitas yang menunjuk pada sejauh mana isi alat ukur
merupakan representasi dari aspek yang hendak diukur.
Validitas
logis sangat penting peranannya dalam penyusunan prestasi dan penyusunan
skala, yaitu dengan memanfaatkan blue-print atu table spesifikasi.
2. Construct
validity (Validitas konstruk) adalah tipe validitas yang menunjukkan sejauh
mana alat ukur mengungkap suatu trait atau konstruk teoritis yang hendak
diukurnya. (Allen & Yen, dalam Azwar 1986).
Pengujian validitas konstruk merupakan prosesyang terus berlanjut sejalan dengan perkembangan konsep mengenai trait yang diukur.
Menurut Saifuddin Azwar,
validitas konstruk adalah seberapa besar derajat tes mengukur hipotesis yang
dikehendaki untuk diukur. Konstruk adalah perangai yang tidak dapat diamati,
yang menjelaskan perilaku. Menguji validitas konstruk mencakup uji hipotesis
yang dideduksi dari suatu teori yang mengajukan konstruk tersebut.
3. Criterion-related
validity (Validitas berdasar kriteria). Validitas ini menghendaki tersedianya
criteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor alat ukur. Suatu
kriteria adalah variabel perilaku yang akan diprediksi oleh skor alat ukur.
|
|||||||||||||||||||
Dilihat
dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi berdasar
kriteria menghasilkan dua macam validitas (Saifuddinn Azwar), yaitu:
1. Validitas
Prediktif. Validitas Prediktif sangat penting artinya bila alat ukur
dimaksudkan untuk berfungsi sebagai predictor bagi kinerja di masa yang akan
datang. Contoh situasi yang menghendaki adanya prediksi kinerja ini antara
lain adalah dalam bimbingan karir; seleksi mahasiswa baru, penempatan
karyawan, dan semacamnya. Menurut Saifuddin Azwar, validitas prediktif adalah
seberapa besar derajat tes berhasil memprediksi kesuksesan seseorang pada
situasi yang akan datang. Validitas prediktif ditentukan dengan mengungkapkan
hubungan antara skor tes dengan hasil tes atau ukuran lain kesuksesan dalam
satu situasi sasaran.
2. Validitas
Konkuren. Apabila skor alat ukur dan skor kriterianya dapat diperoleh dalam
waktu yang sama, maka korelasi antara kedua skor termaksud merupakan
koefisien validitas konkuren. Menurut Saifuddin Azwar, validitas ini
menunjukkan seberapa besar derajat skor tes berkorelasi dengan skor yang
diperoleh dari tes lain yang sudah mantap, bila disajikan pada saat yang
sama, atau dibandingkan dengan criteria lain yang valid yang diperoleh pada
saat yang sama.
|
|||||||||||||||||||
Asosiasi
Psikologi Amerika (APA) (1974; dalam Anastasia, 1982) membedakan tiga tipe
validitas, yaitu validitas isi, yang dikaitkan dengan criteria, dan
konnstrak.
|
|||||||||||||||||||
Penilaian Validitas
|
Untuk mencari tingkat validitas digunakan rumus product
moment metoda Pearson
sebagai berikut:
Keterangan:
x = Deviasi penilaian akhir
y = Deviasi penilaian awal
r = Korelasi
antara x dan y (dua variabel yang akan
dikorelasikan)
Dari nilai r yang telah
didapatkan maka perlu interpretasi dari nilai tersebut untuk menunjukkan
kevalidan suatu penilaian. Kriteria nilai r yang
digunakan untuk menentukan suatu penilaian valid dapat
dilihat pada Tabel 1
berikut:
Tabel 1. Kriteria Korelasi Koefisien Validitas
Sumber: Suharsimi (2008: 221)
|
C.
MATRIKS PERBEDAAN
JENIS-JENIS RELIABILITAS
Pengertian
|
Walizer
(1987) menyebutkan pengertian Reliability (Reliabilitas) adalah keajegan
pengukuran.
|
||||||||||||||||||
John
M. Echols dan Hasan Shadily (2003: 475) reliabilitas adalah hal yang dapat
dipercaya
|
|||||||||||||||||||
Popham
(1995: 21) menyatakan bahwa reliabilitas adalah "...the degree of which
test score are free from error measurement"
|
|||||||||||||||||||
Masri
Singarimbun, realibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan
|
|||||||||||||||||||
Brennan
(2001: 295) reliabilitas merupakan karakteristik skor, bukan tentang tes
ataupun bentuk tes.
|
|||||||||||||||||||
Sumadi
Suryabrata (2004: 28) reliabilitas menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran
dengan alat tersebut dapat dipercaya.
|
|||||||||||||||||||
Aiken
(1987: 42) sebuah tes dikatakan reliabel jika skor yang diperoleh oleh
peserta relatif sama meskipun dilakukan pengukuran berulang-ulang.
|
|||||||||||||||||||
Nur (1987: 47) menyatakan bahwa
reliabilitas ukuran menyangkut seberapa jauh skor deviasi individu, atau
skor-z, relatif konsisten apabila dilakukan pengulangan pengadministrasian
dengan tes yang sama atau tes yang ekivalen.
|
|||||||||||||||||||
Azwar (2003 : 176) menyatakan
bahwa reliabilitas merupakan salah-satu ciri atau karakter utama instrumen
pengukuran yang baik.
|
|||||||||||||||||||
Arifin (1991: 122) menyatakan
bahwa suatu tes dikatakan reliabel jika selalu memberikan hasil yang sama
bila diteskan pada kelompok yang sama pada waktu atau kesempatan yang
berbeda.
|
|||||||||||||||||||
Sudjana (2004: 16) menyatakan
bahwa reliabilitas alat penilaian adalah ketepatan atau keajegan alat
tersebut dalam menilai apa yang dinilainya. Artinya, kapanpun alat penilaian
tersebut digunakan akan memberikan hasil yang relatif sama
|
|||||||||||||||||||
Suharsimi (2009)
“Reliabilitas adalah suatu ukuran yang berhubungan dengan indikasi tetap dan
konsisten dari hasil sebuah penilaian”.
|
|||||||||||||||||||
Jenis-Jenis Reliabilitas
|
Walizer
(1987) menyebutkan bahwa ada dua cara umum untuk mengukur reliabilitas,
yaitu:
1. Relibilitas
stabilitas. Menyangkut usaha memperoleh nilai yang sama atau serupa untuk
setiap orang atau setiap unit yang diukur setiap saat anda mengukurnya.
Reliabilitas ini menyangkut penggunaan indicator yang sama, definisi
operasional, dan prosedur pengumpulan data setiap saat, dan mengukurnya pada
waktu yang berbeda. Untuk dapat memperoleh reliabilitas stabilitas setiap
kali unit diukur skornya haruslah sama atau hampir sama.
2. Reliabilitas
ekivalen. Menyangkut usaha memperoleh nilai relatif yang sama dengan jenis
ukuran yang berbeda pada waktu yang sama. Definisi konseptual yang dipakai
sama tetapi dengan satu atau lebih indicator yang berbeda, batasan-batasan
operasional, paeralatan pengumpulan data, dan / atau pengamat-pengamat.
Menguji reliabilitas dengan menggunakan ukuran ekivalen pada waktu yang sama
bias menempuh beberapa bentuk. Bentuk yang paling umum disebut teknik
belah-tengah. Cara ini seringkali dipakai dalam survai.Apabila satu rangkaian
pertanyaan yang mengukur satu variable dimasukkan dalam kuesioner, maka
pertanyaan-pertanyaan tersebut dibagi dua bagian persis lewat cara tertentu.
(Pengacakan atau pengubahan sering digunakan untuk teknik belah tengah ini.)
Hasil masing-masing bagian pertanyaan diringkas ke dalam skor, lalu skor
masing-masing bagian terseb itu dibandingkan. Apabila dalam skor kemudian
skor masing-masing bagian tersebut dibandingkan. Apabila kedua skor itu
relatif sama, dicapailah reliabilitas belah tengah. Reliabilitas ekivalen
dapat juga diukur dengan menggunakan teknik pengukuan yang berbeda. Kecemasan
misalnya, telah diukur dengan laporan pulsa. Skor-skor relatif dari satu
indikator macam ini haruslah sesuai dengan skor yang lain. Jadi bila seorang
subyek nampak cemas pada ”ukuran gelisah” orang tersebut haruslah menunjukkan
tingkatan kecermatan relatif yang sama bila tekanan darahnya yang diukur.
|
||||||||||||||||||
Teknik Pengujian Realibilitas
Instrument
|
Tiga
tehnik pengujian realibilitas instrument antara lain :
1. Teknik
Paralel (Paralel Form atau Alternate Form)
Teknik
paralel disebut juga tenik ”double test double trial”. Sejak awal peneliti
harus sudah menyusun dua perangkat instrument yang parallel (ekuivalen),
yaitu dua buah instrument yang disusun berdasarkan satu buah kisi-kisi.
Setiap butir soal dari instrument yang satu selalu harus dapat dicarikan
pasangannya dari instrumen kedua. Kedua instrumen tersebut diujicobakan
semua. Sesudah kedua uji coba terlaksana, maka hasil instrumen tersebut
dihitung korelasinya dengan menggunakan rumus product moment (korelasi
Pearson).
2. Teknik
Ulang (Test Re-test)
Disebut
juga teknik ”single test double trial”. Menggunakan sebuah instrument, namun
dites dua kali. Hasil atau skor pertama dan kedua kemudian dikorelasikan
untuk mengetahui besarnya indeks reliabilitas.Teknik perhitungan yang
digunakan sama dengan yang digunakan pada teknik pertama yaitu rumus korelasi
Pearson.
Menurut Saifuddin Azwar, realibilitas tes-retest adalah seberapa besat derajat skor tes konsisten dari waktu ke waktu. Realibilitas diukur dengan menentukan hubungan antara skor hasil penyajian tes yang sama kepada kelompok yang sama, pada waktu yang berbeda. Metode pengujian reliabilitas stabilitas yang paling umum dipakai adalah metode pengujian tes-kembali (test-retest). Metode test-retest menggunakan ukuran atau “test” yang sama untuk variable tertentu pada satu saat pengukuran yang diulang lagi pada saat yang lain. Cara lain untuk menunjukkan reliabilitas stabilitas, bila kita menggunakan survai, adalah memasukkan pertanyaan yang sama di dua bagian yang berbeda dari kuesioner atau wawancara. Misalnya the Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MPPI) mengecek reliabilitas test-retest dalam satu kuesionernya dengan mengulang pertanyaan tertentu di bagian-bagian yang berbeda dari kuesioner yang panjang. Kesulitan terbesar untuk menunjukkan reliabilitas stabilitas adalah membuat asumsi bahwa sifat/ variable yang akan diukur memang benar-benar bersifat stabil sepanjang waktu. Karena kemungkinan besar tidak ada ukuran yang andal dan sahih yang tersedia. Satu-satunya faktor yang dapat membuat asumsi-asumsi ini adalah pengalaman, teori dan/atau putusdan terbaik. Dalam setiap kejadian, asumsi ini selalu ditantang dan sulit rasanya mempertahankan asumsi tersebut atas dasar pijakan yang obyektif.
3. Teknik
Belah Dua (Split Halve Method)
Disebut
juga tenik “single test single trial”. Peneliti boleh hanya memiliki
seperangkat instrument saja dan hanya diujicobakan satu kali, kemudian
hasilnya dianalisis, yaitu dengan cara membelah seluruh instrument menjadi
dua sama besar. Cara yang diambil untuk membelah soal bisa dengan membelah
atas dasar nomor ganjil-genap, atas dasar nomor awal-akhir, dan dengan cara
undian. Menurut Saifuddin Azwar, realibilitas ini diukur dengan menentukan
hubungan antara skor dua paruh yang ekuivalen suatu tes, yang disajikan
kepada seluruh kelompok pada suatu saat. Karena reliabilitas belah dua
mewakili reliabilitas hanya separuh tes yang sebenarnya, rumus Spearman-Brown
dapat digunakan untuk mengoreksi koefisien yang didapat.
|
||||||||||||||||||
Penilaian Reliabilitas
|
Salah satu cara yang bisa dipakai
untuk menentukan reliabilitas adalah dengan cara ekuivalen. Metode ekuivalen
sering pula dinamakan alternate-forms
methods atau doble-test-trial
method. Menurut Sumarna (2005: 97),
metode ini berkaitan dengan penggunaan dua buah penilaian tertulis yang
sama atau relatif sama kepada peserta didik yang sama. Kesamaan yang dimaksud
adalah kesamaan tujuan, tingkat kesukaran, dan susunan.
Persamaan yang dipakai untuk menentukan reliabilitas penilaian
tertulis dengan metode ekuivalen adalah sebagai berikut :
(2)
Keterangan :
r = Reliabilitas secara keseluruhan
N = Jumlah peserta
X1 =
Nilai awal
X2 = Nilai akhir
Tabel
2. Klasifikasi Indeks Reliabilitas
Sumber:
Suharsimi (2008: 221)
|
0 comments: