Monday, February 17, 2020

PENILAIAN SIKAP SOSIAL



 “PENILAIAN SIKAP SOSIAL”

Penilaian Sikap

1.    Pengertian Sikap

Sikap berawal dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon suatu objek atau kejadian. Menurut W.A. Gerungan (2009:160), sikap adalah perasaan yang disertai dengan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu. Adapun Harlen menjelaskan sikap adalah kecendrungan seseorang untuk bertindak dalam menghadapi objek tertentu (Djali, 2006:114). Selanjutnya Menurut Sarwono (2009: 201) sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan rasa senang, tidak senang, atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu bisa benda, kejadian, situasi, orang atau kelompok. Senada dengan tersebut Luis, et al (Saifudin, 2011:4-5), menjelaskan sikap merupakan perasaan mendukung atau tidak mendukung pada objek tersebut. Sarnoff (Sarwono, 2009: 205) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negatif (unfavorably) yang tercermin terhadap objek-objek tertentu.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap  adalah kecenderungan seseorang dalam merespon suatu objek yang mencerminkan rasa senang atau tidak senang terhadap suatu benda, kejadian, situasi, orang atau kelompok. Sikap biasanya termanifestasi dalam bentuk tindakan atau perilaku yang di tampilkan. Menurut Muhibbin  (1995: 54), ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku.
2.    Komponen Sikap
Pada hakekatnya sikap merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen. Menurut Allport (Dayakisni, 2009:90) komponen-komponen tersebut ada 3, yaitu:
a.    Komponen Kognitif
Komponen kognitif tersusun atas dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu tentang obyek sikap terebut.
b.    Komponen Afektif
Komponen afektif berhubungan dengan rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.
c.    Komponen Konatif
Komponen konatif merupakan kesiapan seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya. Ahmadi ( 2009: 149) menyebutkan bahwa aspek ini berwujud proses tendensi/ kecenderungan untuk berbuat terhadap obyek, misalnya kecenderungan memberi pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya. Dengan demikian sikap seseorang pada suatu obyek sikap terdiri ketiga kompenen di atas yang saling berinteraksi untuk memahami, merasakan dan berperilaku terhadap obyek sikap.
3.    Karakteristik Sikap
Menurut Brigham (Dayakisni, 2009: 90) ada beberapa karakteristik atau ciri dasar sikap, yaitu:
a.    Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku;
b.    Sikap ditujukan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka mengategorisasikan obyek dimana sikap diarahkan;
c.    Sikap dipelajari;
d.    Sikap mempengaruhi perilaku. Mengukuhi suatu sikap yang mengarah  pada suatu obyek itu dengan suatu cara tertentu.
Ahmadi (2009: 164-165) mengemukakan beberapa ciri-ciri dari sikap, yaitu:
a.    Sikap Dipelajari
Sikap merupakan hasil belajar yang berbeda dengan motif-motif psikologis lainnya. Misalnya lapar adalah motif psikologis yang tidak  perlu dipelajari, sedangkan pilihan terhadap suatu jenis makanan adalah sikap. Sikap dapat dipelajari dengan sengaja dan dilakukan dengan kesadaran individu, namun terdapat pula beberapa sikap yang dipelajari dengan tidak sengaja dan tanpa kesadaran individu.
b.    Memiliki Kestabilan
Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap, dan stabil melalui pengalaman. Contohnya perasaan suka atau tidak suka terhadap warna tertentu yang sifatnya berulang-ulang atau memiliki frekuensi yang tinggi.
c.    Kepentingan Pribadi-masyarakat
Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, maka ia akan sangat berarti bagi dirinya.
d.    Berisi Kognisi dan Afeksi
Komponen kognisi dari sikap adalah berisi informasi yang faktual. Misalnya obyek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.
e.    Arah Pendekatan-penghindaran
Bila seseorang memiliki sikap yang baik terhadap suatu obyek, maka ia akan mendekati dan membantunya. Sebaliknya bila seseorang memiliki sikap yang tidak baik, mereka akan menghindarinya.
Berdasarkan karakteristik dan ciri sikap yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir namun memerlukan proses belajar baik terjadi secara sengaja maupun tanpa sengaja. Sikap selalu berhubungan dengan suatu obyek.
4.    Nilai-nilai Sikap yang Harus Diajarkan di Sekolah
Lickona (2012: 74-76) mengatakan bahwa terdapat nilai-nilai moral yang sebaiknya diajarkan di sekolah, yaitu;
a.    Kejujuran
Kejujuran adalah salah satu bentuk nilai. Dalam hubungannya dengan manusia, berarti adanya perilaku tidak menipu, berbuat curang, atau mencuri. Ini merupakan salah satu cara dalam menghormati orang lain.
b.    Toleransi
Toleransi merupakan bentuk refleksi dari sikap hormat, sebuah sikap yang memiliki kesetaraan dan tujuan bagi mereka yang memiliki pemikiran, ras, dan keyakinan berbeda-beda. Toleransi adalah sesuatu  yang membuat dunia setara dari berbagai bentuk perbedaan.
c.    Kebijaksanaan
Kebijaksanaan merupakan nilai yang dapat menjadikan kita menghormati diri sendiri. Misalnya, ketika seseorang menjauhkan dirinya dari hal-hal yang dapat membahayakan diri baik secara fisik maupun moral.
d.    Disiplin Diri
Disiplin diri membentuk seseorang untuk tidak mengikuti keinginan hati yang mengarah pada perendahan nilai diri atau perusakan diri. Tetapi untuk mengejar apa-apa yang baik bagi diri kita dan untuk mengejar keinginan positif dalam kadar yang sesuai. Disiplin diri dapat membentuk seseorang untuk tidak mudah puas terhadap apa yang telah diraih dengan cara mengembangkan kemampuan, bekerja dengan manajemen waktu yang bertujuan, dan menghasilkan sesuatu yang berarti bagi kehidupan. Semua itu bentuk dari sikap hormat.
e.    Tolong-menolong
Sikap tolong-menolong dapat memberikan bimbingan untuk berbuat kebaikan dengan hati. Ini dapat membantu seseorang dalam menyelesaikan tanggung jawab terhadap etika yang berlaku secara luas.
f.      Sikap Peduli Sesama
Sikap peduli sesama dapat diartikan “berkorban untuk”. Sikap ini dapat membantu untuk tidak hanya mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab kita, tetapi juga merasakannya. 
g.    Sikap Saling Bekerja Sama
Sikap saling bekerja sama mengenal bahwa “tidak ada yang mampu hidup sendiri di sebuah pulau (tempat kehidupan)” dan dunia yang semakin sering membutuhkan, kita harus bekerja secara bersama-sama dalam meraih tujuan yang pada dasarnya sama dengan upaya pertahanan diri.
h.    Keberanian
Sikap berani akan membantu seseorang untuk menghormati diri sendiri agar dapat bertahan dalam berbagai tekanan. Sikap ini juga membentuk manusia untuk menghormati hak-hak orang lain ketika kita mengalami sebuah tekanan.
i.      Demokrasi
Demokrasi pada gilirannya merupakan cara yang diketahui terbaik dalam menjamin keamanan dan hak asasi masing-masing individu (untuk  memiliki rasa hormat) dan juga mengangkat makna dari kesejahteraan umum (bersikap baik dan bertanggung jawab kepada semua orang). 
5.    Penilaian Sikap dalam pembelajaran
Penilaian sikap dalam proses pembelajaran adalah penilaian yang dilakukan untuk mengatahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik dan sebagainya (Basuki dan haryanto, 2014: 189-190). Penilaian kompetensi sikap dalam pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap peserta didik sebagai hasil dari suatu program pembelajaran (Majid, 2014:163).
Dalam kurikulum 2013 penilaian sikap dibagi menjadi dua macam yaitu sikap spritual dan sikap sosial. Menurut Bafadal (2013:11) penilaian sikap spiritual meliputi ketaatan beribadah, perilaku syukur, toleransi dalam beribadah, berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, sedangkan penilaian sikap sosial meliputi jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, percaya diri dan sikap lain yang sesuai dengan kompetensi pembelajaran.

D.  Penilaian Sikap Sosial

1.    Pengertian sikap sosial

Gusviani (2016:98) mengemukakan sikap sosial adalah sikap yang menyangkut kehidupan sosial sebagai bentuk interaksi siswa dengan alam, lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar. Adapun menurut Bandura (1989:2) sikap sosial adalah kesadaran dari dalam diri individu yang mempengaruhi terhadap lingkungan sosial. Chaplin (Kartono, 2006:469) mendefinisikan “Social attitudes  (sikap sosial) yaitu (1) satu predisposisi atau kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu terhadap orang lain; (2) sikap yang terarah kepada tujuan-tujuan sosial, sebagai lawan dari sikap yang terarah pada tujuan-tujuan prive  (pribadi).
Menurut Ahmadi (2007:149) menjelaskan sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata, yang berulang-ulang terhadap objek sosial. Misalnya sikap masyarakat terhadap bendera kebangsaan, mereka selalu menghormatinya dengan cara khidmat dan berulang-ulang pada hari-hari nasional di negara Indonesia. Contoh lainnya sikap berkabung seluruh anggota kelompok karena meninggalnya seorang pahlawannya.
Mappiare (2006: 308). Sikap sosial menunjuk pada predisposisi, sikap (kecenderungan berbuat atau tidak berbuat dalam situasi tersedia) yang dimiliki bersama dengan sejumlah orang-orang lain yang sama keyakinan, nilai-nilai, ideologi atau orientasi politik. Syamsudin (1997: 10) bahwa “sikap sosial adalah tingkah laku atau gerakan-gerakan yang tampak dalam interaksinya dengan lingkungan sosial.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap sosial merupakan tindakan spontan yang dilakukan oleh seseorang dalam menanggapi orang lain di dalam lingkungannya. Oleh karena itu, sikap sosial dapat dilihat dari cara seseorang memeperlakukan orang lain saat melakukan interaksi.
2.    Pembentukan sikap sosial
Sikap sosial tidak dapat terbentuk secara kebetulan atau merupakan pewarisan sifat. Terbentuknya suatu sikap banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan seperti keluarga, sekolah, norma, golongan agama dan adat istiadat (Ahmadi: 156-157).  Hal ini mengakibatkan perbedaan sikap antara individu yang satu dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia terhadap suatu objek tertentu.
Wina Sanjaya (2013: 277-279) membagi proses pembentukan sikap menjadi pola pembiasaan dan modelling. 
a.  Pola Pembiasaan
Dalam proses pembelajaran di sekolah, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Secara disadari maupun tidak, guru dapat menanamakan sikap tertentu selama proses pembelajaran. Siswa yang setiap kali menerima perlakuan yang tidak mengenakkan dari guru maka lama-kelamaan akan timbul rasa benci dari anak tersebut. Perlahan-lahan anak akan mengalihkan sikap negatif itubukan hanya kepada guru akan tetapi kepada mata pelajaran yang diasuhnya. Kemudian untuk mengembalikannya pada sikap positif bukanlah pekerjaan mudah.
b.  Modelling
Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan. Modelling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya. Pemodelan biasanya dimulai dari perasaan kagum yang perlahan perasaan kagum itu akan mempengaruhi emosinya dan akan meniru perilaku sama seperti apa yang dilakukan oleh idolanya. Proses penanaman sikap anak terhadap suatu obyek melalui proses modelling pada mulanya dilakukan secara mencontoh, tetapi anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu dilakukan.
Modelling dapat digunakan ketika guru mengantarkan materi-materi yang berisi nilai-nilai moral. Kemampuan anak usia sekolah dasar untuk meniru apa yang mereka lihat cukup kuat. Oleh karena itu khususnya dalam pembelajaran nilai moral yang menjadi model utama di sekolah adalah guru. Maka guru di sekolah hendaknya memberikan contoh perilaku yang baik kepada siswanya. Model yang digunakan tidak selamanya berasal dari guru. Model yang lain dapat berupa (1) manusia, misalnya tokoh masyarakat, aparat pemerintahan, pemimpin negara, pahlawan bangsa. (2) nonmanusia, misalnyamenggunakan kancil dalam cerita dongeng (Wuri Wuryandani dan Fathurrohman, 2012: 43-44).
Menurut Slameto (2003: 189) sikap terbentuk melalui bermacam-macam cara, antara lain:
a.  Melalui pengalaman yang berulang-ulang, atau dapat pula melalui suatu pengalaman yang disertai perasaan yang mendalam (pengalaman traumatik)
b.  Melalui imitasi. Peniruan dapat terjadi tanpa disengaja dan disengaja. Dalam hal terakhir individu harus mempunyai minat dan rasa kagum terhadap mode, disamping itu diperlukan pemahaman dan kemampuan untuk mengenal dan mengingat model yang hendak ditiru, peniru akan terjadi lebih lancar bila dilakukan secara kolektif dari pada perorangan.
c.  Melalui sugesti. Di sini seseorang membentuk suatu sikap terhadap objek tanpa suatu alasan dan pemikiran yang jelas, tapi semata-mata karena pengaruh yang datang dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam pandanganya.
d.  Melalui identifikasi. Di sini seseorang meniru orang lain atau suatu organisasi/badan tertentu didasari suatu keterkaitan emosional sifatnya, meniru dalam hal ini lebih banyak dalam arti berusaha menyamai; identifikasi seperti ini sering terjadi antara anak dengan orang tua, pengikut dengan pemimpin, siswa dengan guru, antara anggota suatu kelompok dengan anggota lainnya dalam kelompok tersebut yang dianggap paling mewakili kelompok yang bersangkutan
Slameto (2003: 191) juga mengemukakan tentang beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk mengubah sikap, yaitu:
a.  Mengubah komponen kognitif dari sikap yang bersangkutan. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberi informasi-informasi baru mengenai obyek sikap, sehingga komponen kognitif menjadi luas. Hal inidiharapkan akan merangsang komponen afektif dan komponen tingkah lakunya.
b.  Mengadakan kontak langsung dengan obyek sikap. Dengan cara ini komponen afektif turut pula dirangsang. Cara ini paling sedikit akan merangsang orang-orang yang bersikap anti untung tidak berpikir lebih jauh tentang obyek sikap yang tidak disenangi.
c.  Memaksa orang menampilkan tingkah laku baru yang tidak konsisten dengan sikap-sikap yang sudah ada. Dalam hal ini kita berusaha langsung mengubah komponen tingkah lakunya.
3.    Menumbuh dan mengembangkan sikap sosial
Sikap dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar. Dalam proses belajar tidak terlepas dari proses komunikasi dimana terjadi proses transfer pengetahuan dan nilai. Jika sikap merupakan hasil belajar, maka kunci utama belajar sikap terletak pada proses kognisi dalam belajar siswa. Menurut Bloom yang dikutip dari Munandar (2009: 215) adalah, “Serendah apapun tingkatan proses kognisi siswa dapat mempengaruhi sikap”. Pertanyaan yang muncul adalah apakah semua informasi dapat mempengaruhi sikap, tidak semua informasi dapat mempengaruhi sikap. “Informasi yang dapat mempengaruhi sikap sangat tergantung pada isi, sumber, dan media informasi yang bersangkutan”. Dilihat dari segi isi informasi, bahwa informasi yang menumbuhkan dan mengembangkan sikap adalah berisi pesan yang bersifat persuasif. Dalam pengertian, pesan yang disampaikan dalam proses komunikasi haruslah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keyakinan sasaran didik, meskipun sebenarnya keyakinan tersebut didapat siswa sendiri melalui proses belajar.
Penumbuhan sikap sosial dapat tumbuh selama manusia hidup. Sepanjang hidupnya, manusia belajar tidak pernah berhenti. Proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan, dan pengalaman, berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam proses yang panjang inilah nilai-nilai hidup didapatkan oleh manusia, yang kemungkinan besar akan dapat menumbuhkan sikap mereka terhadap subjek atau objek. Periode kritis penumbuhan seseorang terjadi pada usia 12 tahun sampai 30 tahun. Sikap akan tumbuh melalui belajar dan pengalaman pribadi masing-masing. Perlu dipahami, bahwa dalam hidup belajar lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri dari pada di bangku sekolah. Namun demikian, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah untuk menumbuhkan sikap dasar yang bermanfaat bagi hidup peserta didik. Oleh karena itu, jika kita sadar akan tanggung jawab sebagai pendidik, dan menyadari usia yang memungkinkan sikap dapat ditumbuhkan, maka sudah seharusnya kita tidak mensia-siakan waktu tersebut untuk menumbuhkan sikap dasar siswa yang benar-benar ada manfaatnya bagi hidupnya maupun bagi Bangsa dan Negara.
Hurlock (2000 : 250) mengatakan bahwa perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntunan sosial. Untuk menjadi orang yang mampu bermasyarakat, memerlukan tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat berbeda satu sama lain namun saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Yusuf (2001 : 122) mengemukakan bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaiakan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi.
Berperilaku sesuai dengan tuntunan sosial salah satunya adalah dengan menunjukkan sikap disiplin, contohnya adalah tidak terlambat masuk ke sekolah. Hurlock (2000: 83) berpendapat bahwa fungsi pokok disiplin adalah mengajar anak menerima  pengekangan yang diperlukan untuk membantu mengarahkan energi anak ke dalam jalur yang berguna dan diterima secara sosial.
4.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap sosial
Ahmadi (2009: 157-158) membagi faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap, yaitu:
a.       Faktor Intern
Faktor intern merupakan faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa daya pilih seseorang untukmenerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.  Pilihan terhadap pengaruh dari luar biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia. Misalnya orang yang haus akan lebih memperhatikan perangsang yang menghilangkan haus daripada perangsang-perangsang yang lain.
b.      Faktor Ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia yang dengan hasil kebudayaan manusia manusia yang sampai padanya melalui alat-alat komunikasi. Sherif (Ahmadi (2009:158) mengemukakan bahwa sikap itu dapat diubah atau dibentuk apabila:
1) Terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara manusia.
2) Adanya komunikasi (yaitu hubungan langsung) dari satu pihak.
Menurut Baron dan Byrne (Syamsul, 2015: 9-10) menyebutkan ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi perilaku sosial, yaitu:
a.       Perilaku dan Karakteristik Orang Lain
Jika seseorang lebih sering bergaul dengan orangorang yang memiliki karakter santun, ada kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang berkarakter santun dalam lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul dengan orang-orang berkarakter sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti itu. Pada aspek ini guru memegang peranan penting sebagai sosok yang akan dapat mempengaruhi pembentukan perilaku sosial siswa karena ia akan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam mengarahkan siswa untuk melakukan sesuatu perbuatan.
b.      Proses Kognitif
Inti dari kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasilnya adalah seperangkat perubahan perilaku. Melalui pendidikan seseorang juga akan mendapatkan prestasi. Dalam pembelajaran di sekolahseseorang akan mendapatkan prestasi yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotorik. Namun dalam pembelajaran di sekolah aspek kognitif menjadi satu halyang paling dominan ditekankan dalam penentuan penilaian. Idealnya orang yang memiliki prestasi yang baik dia akan menunjukkan perilaku yang baik pula, karena orang yang berpendidikan dan memiliki prestasi yang baik dia akan mengerti dengan norma-norma yang ada. Dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Perilaku orang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang yang berpendidikan rendah. Kognitif merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan seseorang. Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akanberpengaruh terhadap perilaku sosialnya. Belajar merupakan salah satu cara untuk meningkatkan prestasi seseorang. Misalnya seorang siswa yang ingin menjadi guru terus berpikir agar kelak dikemudian hari menjadipengajar sekaligus pendidik yang baik akan terus berupaya dan berproses mengembangkan danmemperbaiki dirinya dalam perilaku sosialnya. Dengan demikian prestasi diduga merupakan salahsatu yang mempengaruhi perilaku seseorang. Karenadengan pengetahuan yang dimiliki seseorang akan dapat berfikir bagaimana dia akan bertindak sesuai dengan norma yang ada.
c.       Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang mempengaruhi  dan menentukan tingkah laku atau perilaku sosial seseorang. Kita dapat melihat perbedaan antara individu yang hidup di lingkungan alam tandus dengan individu yang hidup di lingkungan alam yang sejuk. Lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap pembawaan seseorang. Untuk menjamin kelangsungan hidupnya, manusia selalu berhubungan satu dengan yang lain. Itulah sebabnya manusia membutuhkan pergaulan. Dengan adanya pergaulan, manusia bisa saling mempengaruhi baik itu dalam pemikiran, sifat dan tingkah laku atau perilaku sosialnya.  Keluarga merupakan salah satu sumber yang memberikan dasar-dasar ajaran bagi seseorang sebelum  anak bergaul dengan lingkungan sekitarnya sebagai bekal dalam pergaulannya. Lingkungan sekitar merupakan tempat individu bersosialisasi dengan tetangga khususnya dan masyarakat umumnya sehingga memberikan pengaruh  terhadap perilakunya. Lingkungan sekolah juga berpotensi untuk memberikan pengaruh terhadap karakter dan perilakunya.
d.      Kemandirian
Kemandirian merupakan keadaan seseorang yang dapat menentukan diri sendiri dan dapat dinyatakan dalam tindakan atau perilaku seseorang yang dapat dinilai. Arti ini memberikan penjelasan bahwa kemandirian menunjuk pada adanya kepercayaan akan kemampuan diri untuk menyelesaikan persoalan tanpa bantuan khusus dari orang lain. Kemandirian merupakan perilaku yang terdapat pada seseorang yang timbul karena dorongan dari dalam dirinya sendiri bukan karena pengaruh orang lain. Kemandirian perilaku merupakan kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan secara mandiri dan konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Orang yang memiliki kemandirian akan cenderung untuk mengambil keputusan tanpa campur tangan orang lain. 
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sikap yang ada pada diri seseorang dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. Faktor intern berupa daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. Faktor ekstern berasal dari luar diri individu. Faktor ekstern dapat berasal dari mass media, kelompok sebaya dan kelompok yang meliputi berbagai lembaga. Kaitannya dengan sikap siswa maka lembaga yang dimaksud adalah lembaga pendidikan berupa sekolah.
5.    Indikator sikap sosial
Sikap sosial dalam proses pembelajaran mencakup prilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun serta percaya diri (Permendikbud, 2013:6). Menurut djaali (2006:124) sikap sosial meliputi sikap bertanggung jawab, peduli, jujur percaya diri, bekerja dalam kelompok, memecahkan masalah yang berkaitan dengan perasaan dan santun. Adapun mulyasa (2007:44) menjelaskan kurikulum satuan pendidikan menyebutkan sikap sosial mencakup kerja keras, disiplin, percaya diri dan jujur dalam belajar.  Selain itu Syamsudin (1997: 74) mengemukakan bahwa sikap sosial dapat terlihat dari tujuh dimensi yang meliputi persahabatan, kepemimpinan, sikap keterbukaan, inisiatif sosial, partisipasi dalam kegiatan kelompok, tanggung jawab dalam tugas elompok dan toleransi terhadap teman.  
Penilaian sikap sosial dilakukan untuk mengetahui perkembangan sikap sosial siswa dalam menghargai, menghayati, dan berperilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaanya (Permendikbud, 2017:49). Berikut contoh indikator-indikator sikap sosial:
a.    Sikap jujur, yaitu perilaku dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan, misalnya:
1)   Tidak menyontek dalam mengerjakan ujian;
2)   Tidak menjadi plagiat (mengambil/menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber);
3)   Mengungkapkan perasaan apa adanya;
4)   Menyerahkan kepada yang berwenang barang yang ditemukan;
5)   Membuat laporan berdasarkan data atau informasi apa adanya;
6)   Mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimiliki;
b.    Sikap disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan, misalnya:
1)   Datang tepat waktu;
2)   Patuh pada tata tertib atau aturan bersama/ sekolah;
3)   Mengerjakan/ mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan, mengikuti kaidah berbahasa tulis yang baik dan benar;
c.    Sikap tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa:
1)   Melaksanakan tugas individu dengan baik;
2)   Menerima resiko dari tindakan yang dilakukan;
3)   Tidak menyalahkan/menuduh orang lain tanpa bukti yang akurat;
4)   Mengembalikan barang yang dipinjam;
5)   Mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan;
6)   Menepati janji;
7)   Tidak menyalahkan orang lain utk  kesalahan tindakan kita sendiri;
8)   Melaksanakan apa yang pernah dikatakan tanpa disuruh/diminta;
d.    Sikap toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai keberagaman latar belakang, pandangan, dan keyakinan.
1)   Menerima kesepakatan meskipun berbeda dengan pendapatnya;
2)   Dapat menerima kekurangan orang lain;
3)   Dapat mememaafkan kesalahan orang lain;
4)   Mampu dan mau bekerja sama dengan siapa pun yang memiliki keberagaman latar belakang, pandangan, dan keyakinan;
5)   Tidak memaksakan pendapat atau keyakinan diri pada orang lain;
6)   Kesediaan untuk belajar dari  (terbuka terhadap) keyakinan dan gagasan orang lain agar dapat memahami orang lain lebih baik;
7)   Terbuka terhadap atau kesediaan untuk menerima sesuatu yang baru;
e.    Sikap gotong royong, yaitu bekerja bersama-sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong secara ikhlas.
1)   Terlibat aktif dalam bekerja bakti membersihkan kelas atau sekolah;
2)   Kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan;
3)   Bersedia membantu orang lain tanpa mengharap imbalan;
4)   Aktif dalam kerja kelompok;
5)   Memusatkan perhatian pada tujuan kelompok;
6)   Tidak mendahulukan kepentingan pribadi;
7)   Mencari jalan untuk mengatasi perbedaan pendapat/pikiran antara diri sendiri dengan orang lain;
8)   Mendorong orang lain untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama;
f.      Sikap Santun atau sopan, yaitu sikap baik dalam pergaulan baik dalam berbahasa maupun bertingkah laku. Norma kesantunan bersifat relatif, artinya yang dianggap baik/santun pada tempat dan waktu tertentu bisa berbeda pada tempat dan waktu yang lain.
1)   Menghormati orang yang lebih tua;
2)   Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan takabur;
3)   Tidak meludah di sembarang tempat;
4)   Tidak menyela pembicaraan pada waktu yang tidak tepat;
5)   Mengucapkan terima kasih setelah menerima bantuan orang lain;
6)   Bersikap 3S (salam, senyum, sapa);
7)   Meminta ijin ketika akan memasuki ruangan orang lain atau menggunakan barang milik orang lain;
8)   Memperlakukan orang lain sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan;
g.    Sikap percaya diri, yaitu suatu keyakinan atas kemampuannya sendiri untuk melakukan kegiatan atau tindakan.
1)   Berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu.
2)   Mampu membuat keputusan dengan cepat
3)   Tidak mudah putus asa
4)   Tidak canggung dalam bertindak
5)   Berani presentasi di depan kelas
6)   Berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan

E.     Teknik Penilaian Sikap

Gambar. 1 Skema Penilaian Sikap
a.       Observasi
Observasi dalam penilaian sikap peserta didik merupakan teknik yang dilakukan secara berkesinambungan melalui pengamatan perilaku. Instrumen yang digunakan dalam observasi berupa lembar observasi atau jurnal. Lembar observasi atau jurnal tersebut berisi kolom catatan perilaku yang diisi oleh guru mata pelajaran, wali kelas, dan guru BK berdasarkan hasil pengamatan dari perilaku siswa selama satu semester.  
Pengamatan dengan jurnal mencatat perilaku peserta didik yang muncul secara alami selama satu semester. Perilaku peserta didik yang dicatat di dalam jurnalpada dasarnya adalah perilaku yang sangat baik dan/atau kurang baik yang berkaitan dengan butir sikap yang terdapat dalam aspek sikap spiritual dan sikap sosial. Setiap catatan memuat deskripsi perilaku yang dilengkapi dengan waktu teramatinya perilaku tersebut, serta perlu dicantumkan tanda tangan peserta didik.
Apabila seorang peserta didik pernah memiliki catatan sikap yang kurang baik, jika pada kesempatan lain peserta didik tersebut telah menunjukkan perkembangan sikap (menuju atau konsisten) baik pada aspek atau indikator sikap yang dimaksud, maka di dalam jurnal harus ditulis bahwa sikap peserta didik tersebut telah (menuju atau konsisten) baik atau bahkan sangat baik. Dengan demikian, yang dicatat dalam jurnal tidak terbatas pada sikap kurang baik dan sangat baik, tapi juga setiap perkembangan menuju sikap yang diharapkan. Berdasarkan jurnal tersebut pendidik membuat deskripsi penilaian sikap peserta didik dalam kurun waktu satu semester.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan  penilaian (mengikuti perkembangan) sikap dengan teknik observasi:
1)      Jurnal penilaian (perkembangan) sikap ditulis oleh wali kelas, guru mata pelajaran, dan guru BK selama periode satu semester.
2)       Bagi wali kelas, 1 (satu) jurnal digunakan untuk satu kelas yang menjaditanggungjawabnya. Bagi guru mata pelajaran, 1 (satu) jurnal digunakan untuk setiap kelasyang diajarnya. Bagi guru BK, 1 (satu) jurnal digunakan untuk setiap kelas di bawah bimbingannya.
3)      Perkembangan sikap spiritual dan sikap sosial peserta didik dapat dicatat dalam 1 (satu) jurnal atau dalam 2 (dua) jurnal yang terpisah.
4)      Peserta didik yang dicatat dalam jurnal pada dasarnya adalah mereka yang menunjukkan perilaku yang sangat baik atau kurang baik secara alami (peserta didik yang menunjukkan sikap baik tidak harus dicatat dalam jurnal).
5)       Perilaku sangat baik atau kurang baik yang dicatat dalam jurnal tersebut  tidak terbatas pada butir-butir nilai sikap (perilaku) yang hendak ditanamkan melalui pembelajaran yang saat itu sedang berlangsung sebagaimana dirancang dalam RPP, tetapi juga butir-butir nilai sikap lainnya yang ditumbuhkan dalam semester itu selama sikap tersebut ditunjukkan oleh peserta didik melalui perilakunya secara alami.
6)       Wali kelas, guru mata pelajaran, dan guru BK mencatat (perkembangan)  sikap peserta didik segera setelah mereka menyaksikan dan/atau memperoleh informasi terpercaya mengenai perilaku peserta didik sangat baik/ kurang baik yang ditunjukkan peserta didik secara alami.
7)      Apabila peserta didik tertentu “pernah” menunjukkan sikap kurang baik,  ketika yang bersangkutan telah (mulai) menunjukkan sikap yang baik (sesuai harapan), sikap yang (mulai) baik tersebut harus dicatat dalam jurnal.
8)      Pada akhir semester guru mata pelajaran dan guru BK meringkas perkembangan sikap spiritual dan sikap sosial setiap peserta didik dan menyerahkan ringkasan tersebut kepada wali kelas untuk diolah lebih lanjut.

b.      Penilaian Diri
Penilaian diri dilakukan dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam berperilaku. Selain itu penilaian diri juga dapat digunakan untuk membentuk sikap peserta didik terhadap mata pelajaran. Hasil penilaian diri peserta didik dapat digunakan sebagai data konfirmasi. Penilaian diri dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian peserta didik, antara lain:
1)      dapat menumbuhkan rasa percaya diri, karena diberi kepercayaan untuk menilai diri sendiri;
2)      peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena ketika melakukan penilaian harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki;
3)      dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat jujur, karena dituntut untuk jujur dan objektif dalam melakukan penilaian; dan
4)       membentuk sikap terhadap mata pelajaran/pengetahuan.
Instrumen yang digunakan untuk penilaian diri berupa lembar penilaian diri yang dirumuskan secara sederhana, namun jelas dan tidak bermakna ganda, dengan bahasa lugas yang dapat dipahami peserta didik, dan menggunakan format sederhana yang mudah diisi peserta didik. Lembar penilaian diri dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan sikap peserta didik dalam situasi yang nyata/sebenarnya, bermakna, dan mengarahkan peserta didik mengidentifikasi kekuatan atau kelemahannya. Hal ini untuk menghilangkan kecenderungan peserta didik menilai dirinya secara subjektif. Penilaian diri oleh peserta didik dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut.
1)      Menjelaskan kepada peserta didik tujuan penilaian diri.
2)      Menentukan indikator yang akan dinilai.
3)      Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan.
4)      Merumuskan format penilaian, berupa daftar cek (checklist) atau skala penilaian (rating scale), atau dalam bentuk esai untuk mendorong peserta didik mengenali diri dan potensinya.

Contoh Format penilaian diri dapat dilihat dibawah ini

Contoh Lembar Penilaian Diri Siswa

Nama                           : ………………………………….
Kelas                           : ………………………………….
Semester                      : ………………………………….
Petunjuk:  Berilah tanda cek (√) pada kolom “Ya” atau “Tidak” sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
No.
Pernyataan
Ya
Tidak
1
Saya menyontek pada saat mengerjakan penilaian.


2
Saya menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumbernya pada saat mengerjakan tugas.


3
Saya melaporkan kepada yang berwenang ketika menemukan barang.


4
Saya berani mengakui kesalahansaya.


5
Saya melakukan tugas-tugas dengan baik.


6
Saya berani menerima resiko atas tindakan yang saya lakukan


7
Saya mengembalikan barang yang saya pinjam.


8
Saya meminta maaf jika saya melakukan kesalahan.


9
Saya melakukan praktikum sesuai dengan langkah yang ditetapkan.


10
Saya belajar dengan sungguh-sungguh.


11
Saya datang ke sekolah tepat waktu.



...


Keterangan: Pernyataan dapat diubah atau ditambah sesuai dengan butir-butir sikap yang dinilai.
Hasil penilaian diri perlu ditindaklanjuti oleh wali kelas dan guru BP/BK dengan melakukan pembinaan terhadap siswa yang belum menunjukkan sikap yang diharapkan.
c.       Penilaian Antar Teman
Penilaian antarteman merupakan teknik penilaian yang dilakukan oleh seorang siswa (penilai) terhadap siswa yang lain terkait dengan sikap/perilaku siswa yang dinilai. Sebagaimana penilaian diri, hasil penilaian antarteman dapat digunakan sebagai data konfirmasi. Selain itu penilaian antarteman juga dapat digunakan untuk menumbuhkan beberapa nilai seperti kejujuran, tenggang rasa, apresiasi, dan objektivitas. Penilaian antarteman paling baik dilakukan pada saat siswa melakukan kegiatan berkelompok. Contoh penilaian antar teman dapat dilihat dibawah ini.

Contoh Format Penilaian Antarteman

Nama teman yang dinilai           : ………………………………….
Nama penilai                : ………………………………….
Kelas                           : ………………………………….
Semester                                  : …………………………………. 
Petunjuk:  Berilah tanda cek (√) pada kolom “Ya” atau “Tidak” sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
No
Pernyataan
Ya
Tidak
1
Teman saya tidak menyontek dalam mengerjakan ujian


2
Teman saya tidak melakukan plagiat (mengambil/menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber) dalam mengerjakan setiap tugas


3
Teman saya mengemukakan perasaan terhadap sesuatu apa adanya


4
Teman saya melaporkan data atau informasi apa adanya


Keterangan : Pernyataan dapat diubah atau ditambah sesuai dengan kondisi satuan pendidikan
1.    Pelaksanaan Penilaian
a.    Perencanaan Penilaian
Pada awal semeseter, guru mata elajaran terlebih dahulu merencanakan konsep penilaian dengan mengidentifikasi kompetensi dasar terutama pada kompetensi inti. Perencananaan dimaksud tidak bersifat kaku dan memungkinkan perubahan selama proses pembelajaran.
b.    Perumusan indikator
Dalam pelaksanaan penilaian, guru lebih dahulu perlu merumuskan indikator pencapaian kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dijabarkan dari Kompetensi Dasar (KD) dan Kompetensi Inti (KI) pada setiap mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi diperlukan untuk penyusunan instrumen penilaian dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur sesuai dengan keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tersebut. Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan substansi/materi, konstruksi, dan bahasa. Persyaratan substansi merepresentasikan kompetensi yang dinilai; persyaratan konstruksi memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan persyaratan bahasa adalah penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan siswa. Untuk menilai pencapaian kompetensi sikap digunakan indikator penilaian sikap yang dapat diamati. Sikap sosial dikembangkan terintegrasi dalam pembelajaran KD dari KI-3 dan KI-4. Indikator dikembangkan secara spesifik sesuai dengan karakteristik KD pada mata pelajaran tersebut.
c.    Pelaksanaan Penilaian
Penilaian sikap sosial dilakukan secara terus-menerus selama satu semester. Penilaian sikap sosial di dalam kelas dilakukan oleh guru mata pelajaran. Sikap siswa di luar jam pelajaran diamati/dicatat wali kelas dan guru BK. Guru mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas mencatat perilaku siswa yang sangat baik atau kurang baik dalam jurnal segera setelah perilaku tersebut teramati atau menerima laporan tentang perilaku tersebut.
2.    Pengolahan Hasil Penilaian
Langkah-langkah untuk membuat rekapitulasi penilaian sikap selama satu semester:
a.     Guru mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing mengelompokkan (menandai) catatan-catatan sikap pada jurnal yang  dibuatnya ke dalam sikap spiritual dan sikap sosial (apabila pada jurnal belum ada kolom butir nilai).
b.    Guru mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing membuat rumusan deskripsi singkat sikap spiritual dan sikap sosial berdasarkan catatan-catatan jurnal untuk setiap peserta didik.
c.     Wali kelas mengumpulkan deskripsi singkat sikap dari guru mata  pelajaran dan guru BK. Dengan memperhatikan deskripsi singkat sikap spiritual dan sosial dari guru mata pelajaran, guru BK, dan wali kelas yang bersangkutan, wali kelas menyimpulkan (merumuskan deskripsi) capaian sikap spiritual dan sosial setiap peserta didik.
d.    Pelaporan hasil penilaian sikap dalam bentuk predikat dan deskripsi.

G.    Pembelajaran Fisika

Pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk mengembangkan kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika sehingga dalam proses  pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam pembelajaran fisika, pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman langsung akan sangat berarti dalam membentuk konsep siswa secara induktif berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.
Selanjutnya secara garis besar pembelajaran Fisika seperti yang diungkapkan oleh Abu Hamid (sulistyono,1998:12), adalah sebagai berikut:
1.      Proses belajar Fisika bersifat untuk menentukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam, serta untuk dapat menimbulkan reaksi, atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima secara objektif, jujur dan rasional.
2.      Pada hakikatnya mengajar Fisika merupakan suatu usaha untuk memilih strategi mendidik dan mengajar yang sesuai dengan materi yang akan disampaikan, dan upaya untuk menyediakan kondisi-kondisi dan situasi belajar Fisika yang kondusif, agar murid secara fisik dan psikologis dapat melakukan proses eksplorasi untuk menemukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam serta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Pada hakikatnya hasil belajar Fisika merupakan kesadaran murid untuk memperoleh konsep dan jaringan konsep Fisika melalui eksplorasi dan eksperimentasi, serta kesadaran murid untuk menerapkan pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.
 Setiap proses pembelajaran memiliki tujuan yang ingin dicapai begitu pula dengan pembelajaran fisika. Berdasarkan Permendikbud Nomor 59 tahun 2014, pembelajaran Fisika SMA/MA bertujuan untuk:
a.       Menambah  keimanan peserta didik dengan menyadari hubungan keteraturan, keindahan alam, dan kompleksitas alam dalam  jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya;
b.      Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, ulet, hati-hati, bertanggung jawab, terbuka, kritis,  kreatif, inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap ilmiah dalam melakukan percobaan dan berdiskusi;
c.       Menghargai kerja individu dan kelompok dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan melaporkan hasil percobaan; memupuk sikap ilmiah yaitu jujur,  obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain;
d.      Mengembangkan pengalaman untuk menggunakan metode ilmiah dalam  merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis;
e.       Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif;
f.        Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. 
Pembelajaran fisika bertujuan untuk menghasilkan siswa yang memiliki potensi baik dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Tujuan pembelajaran fisika sesuai dengan pembelajaran kurikulum 2013 adalah mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik. Untuk mencapai tujuan pembelajaran Fisika ini, peran guru sangatlah penting yaitu sebagai mediator dan fasilitator dalam menyampaikan materi pembelajaran yang mudah dipahami siswa. Hal yang dapat dilakukan guru adalah mengembangkan media pembelajaran Fisika sehingga siswa termotivasi untuk belajar.




BAB III
PEMBAHASAN

A.     Matriks Indikator Sikap Sosial

No
Aspek
Deskripsi
Indikator
1
Jujur
Perilaku  yang  didasarkan  pada  upaya  menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu  dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan
(Permendikbud, 2017:49)
1.      Tidak menyontek dalam mengerjakan ujian
2.      Tidak menjadi plagiat (mengambil/menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber);
3.      Mengungkapkan perasaan apa adanya;
4.      Menyerahkan kepada yang berwenang barang yang ditemukan;
5.      Membuat laporan berdasarkan data atau informasi apa adanya;
6.      Mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimiliki;
2
Disiplin
Tindakan  yang  menunjukkan  perilaku  tertib  dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
1.      Datang tepat waktu;
2.      Patuh pada tata tertib atau aturan bersama/ sekolah;
3.      Mengerjakan/mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan,
4.      Mengikuti kaidah berbahasa tulis yang baik dan benar;
5.      Mengikuti panduan dan arahan yang diberikan pendidik
3
Tanggung jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas   dan   kewajibannya,   yang   seharusnya   dia lakukan,  terhadap  diri  sendiri,  masyarakat, lingkungan (alam,  sosial  dan budaya),  negara  dan Tuhan Yang Maha Esa
(Permendikbud, 2017:49)

1.      Melaksanakan tugas individu dengan baik;
2.      enerima resiko dari tindakan yang dilakukan;
3.      Tidak menyalahkan/menuduh orang lain tanpa bukti yang akurat;
4.      Mengembalikan barang yang dipinjam;
5.      Mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan;
6.      Menepati janji;
7.      Tidak menyalahkan orang lain utk  kesalahan tindakan kita sendiri;
8.      Melaksanakan apa yang pernah dikatakan tanpa disuruh/diminta;
4
Toleransi
Sikap  dan    tindakan  yang  menghargai  perbedaanagama,  suku,  etnis,  pendapat,  sikap,  dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
(Permendikbud, 2017:49)

1.      Menerima kesepakatan meskipun berbeda dengan pendapatnya;
2.      Dapat menerima kekurangan orang lain;
3.      Dapat mememaafkan kesalahan orang lain;
4.      Mampu dan mau bekerja sama dengan siapa pun yang memiliki keberagaman latar belakang, pandangan, dan keyakinan;
5.      Tidak memaksakan pendapat atau keyakinan diri pada orang lain;
6.      Kesediaan untuk belajar dari  (terbuka terhadap) keyakinan dan gagasan orang lain agar dapat memahami orang lain lebih baik;
7.      Terbuka terhadap atau kesediaan untuk menerima sesuatu yang baru;
5
Gotong Royong/ Kerja Sama
Bekerja bersama-sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong secara ikhlas
(Permendikbud, 2017)

1.      Terlibat aktif dalam bekerja bakti membersihkan kelas atau sekolah;
2.      Kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan;
3.      Bersedia membantu orang lain tanpa mengharap imbalan;
4.      Aktif dalam kerja kelompok;
5.      Memusatkan perhatian pada tujuan kelompok;
6.      Tidak mendahulukan kepentingan pribadi;
7.      Mencari jalan untuk mengatasi perbedaan pendapat/pikiran antara diri sendiri dengan orang lain;
8.      Mendorong orang lain untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama
6
Sopan Santun
sikap baik dalam pergaulan baik dalam berbahasa maupun bertingkah laku. Norma kesantunan bersifat relatif, artinya yang dianggap baik/santun pada tempat dan waktu tertentu bisa berbeda pada tempat dan waktu yang lain.
1.      Menghormati orang yang lebih tua;
2.      Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan takabur;
3.      Tidak meludah di sembarang tempat;
4.      Tidak menyela pembicaraan pada waktu yang tidak tepat;
5.      Mengucapkan terima kasih setelah menerima bantuan orang lain;
6.      Bersikap 3S (salam, senyum, sapa);
7.      Meminta ijin ketika akan memasuki ruangan orang lain atau menggunakan barang milik orang lain;
8.      Memperlakukan orang lain sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan;.
7
Percaya Diri


Suatu keyakinan atas kemampuannya sendiri untuk melakukan kegiatan atau tindakan(Permendikbud, 2017)

1.      Berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu.
2.      Mampu membuat keputusan dengan cepat
3.      Tidak mudah putus asa
4.      Tidak canggung dalam bertindak
5.      Berani presentasi di depan kelas
6.      Berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan
8
Teliti
Teliti berarti cermat, penuh minat, dan berhati-hati dalam menjalankan sesuatu agar tidak terjadi kesalahan
1.      Berhati-hati dan jeli dalam kegiatan pembelajaran
2.      Tidak tergesa-gesa dalam mengambil sebuah keputusan.
3.      Mendahulukan pekerjaan yang lebih penting, rencana matang dan prinsip kerja yang baik.
9
Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik- baiknya.
1.      Mengerjakan soal-soal sampai menemukan jawaban yang tepat
2.      Peserta didik mengerjakan/mengumpulkan tugas dengan serius dan fokus
3.      Menggulangi praktikum jika belum memperoleh data yang benar
4.      Peserta didik melakukan pekerjaan sampail benar-banar terampil dan mengerti.




B.     Contoh Penilaian Sikap Sosial
Nama Sekolah           :    SMAN 14 Padang
Kelas/Semester         :    XI/ I
Tahun Ajaran             :    2018 / 2019
No
Waktu
Nama Peserta Didik
Catatan Perilaku
Butir Sikap
Tanda Tangan
1
10 Agust ‘18
Khumaira Fadilla
Menolong orang lanjut usia untuk menyeberangi jalan raya
Kepedulian

2
02 Sep ‘18
Apreselia Agatha
Berbohong ketika ditanya alasan tidak masuk sekolah di ruang guru.
Kejujuran

3
18 Okt ‘ 18
Kurnia Putri
Menyerahkan dompet yang ditemukannya di halaman sekolah kepada Satpam sekolah.
Kejujuran

4
24 Okt’ 18
Dila Fatunissa
Tidak menyerahkan “tugas matematika’ sesuai dengan batas waktu yang ditentukan
Tanggung jawab

5
2 Nov ‘18
Edwin Saputra
Tidak mengikuti upacara disekolah setiap hari senin.
Kedisiplinan

6
10 Nov ‘18
Lara Putri Zalni
Mengajak teman cabut saat pelajaran berlangsung
Kedisiplinan

7
25 Nov ‘18
Wulandari Erisa
Memungut sampah yang berserakan di halam sekolah.
Kebersihan

8
04 Des ‘18
Putri Anggraini
Mengajak teman-teman sekelasnya mengumpulkan bantuan untuk korban bencana alam.
Kepedulian







BAB IV
PENUTUP


A.     Kesimpulan
Penilaian sikap sosial dilakukan untuk mengetahui perkembangan sikap sosial siswa dalam menghargai, menghayati, dan berperilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaanya
B.     Saran
Diharapakan sikap social ini selain menyesuaikan dengan nilai-nilai agama dan kebangsaan juga diharapkan  sesuai dengan kebudayaan daerah tempat tinggal peserta didik sehingga peserta didik langsung bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakatnya

















DAFTAR PUSTAKA

Abduh Ghalib Ahmad. 2010. Etika Pergaulan dari A-Z,  Solo: Pustaka Arafah
Ahmadi, abu. 2009. Psikologi sosial . jakarta: rineka cipta
Bafadal, Ibrahim. 2013. Panduan Teknis Penilaian Di Sekolah Dasar. Jakarta: Kemendikbud Dirjen Pendidikan Dasar.
Bandura,   A,1989. Self-efficacy   mechanism   in   physiological   activation   and   health-promoting  behavior.  In  J.  Madden,  S.  Matthysse,  &  J.  Barchas  (Eds.), Adaptation,  learning  and  affect  (pp.  1169-1188).  New  York:  Raven
Basuki,  I  &  Haryanto. 2014. Asesmen Pembelajaran. Bandung :  PT  Remaja Rosdakarya
Dayakisni, Tri. 2009. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.
Djali. 2006. Psikologi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Erlangga.
Gerungan, W.A. 2009. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama
Gusviani, Evi. 2016. analisis kemunculan sikap spiritual dan sikap sosial dalam kegiatan pembelajaran ipa kelas IV SD yang menggunakan ktsp dan kurikulum 2013. jurnal pendidikan dasar vol. 8. no.1 p-issn 2085-1243
Hurlock, Elizabeth B. 2000. Perkembangan Anak Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Kartono, Kartini. 2016. Kamus Lengkap Psikologi Terjemahan, Jakarta: Grafindo
kermendikbud, 2017. Panduan penilaian hasil belajar pada sekolah menengah kejuruan.
Lickona, Thomas. 2012. Educating for Character. Mendidik untuk Membentuk Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Majid, Abdul. 2014.Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Mappiare A. T, Andi. 2006. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: Rajawali Pers
Muhibbin, Syah.  1995. Psikologi  Pendidikan  Suatu  Pendekatan  Baru.  Bandung  : Remaja Rosdakary
Mulyasa E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan . bandung : rosda
Munandar,Utami.2009. Pengembangan kreativitas anak berbakat. Jakarta: Rineka cipta.
Nuryanti, Lusi. 2008. Psikologi Anak. Jakarta: Kencana.
Permendikbud No 64 Tahun 2013 tentang standar isi pendidikan dasar dan menengah.
Saifudin, Azwar. 2011. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yokyakarta : Pustaka Pelajar
Sanjaya, Wina. 2013. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2009. Pengantar Ilmu Psikologi, Jakarta : Bulan Bintang
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsudin. 1997.Studi Wacana Bahasa Indonesia. Depdikbud: Jakarta.
Syamsul Arifin. 2015. Bambang.  Psikologi Sosial. Bandung: Pustaka Setia
Wuryandani, Wuri dan Fathurrohman. 2012. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Ombak.
Yusuf, Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Rosda




Previous Post
Next Post

0 comments: