Penilaian
Sikap
1. Pengertian
Sikap
Sikap
berawal dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam
merespon suatu objek atau kejadian. Menurut W.A. Gerungan (2009:160), sikap
adalah perasaan yang disertai dengan kecenderungan untuk bertindak terhadap
objek tertentu. Adapun Harlen menjelaskan sikap adalah kecendrungan seseorang
untuk bertindak dalam menghadapi objek tertentu (Djali, 2006:114). Selanjutnya Menurut
Sarwono (2009: 201) sikap (attitude) adalah istilah yang mencerminkan
rasa senang, tidak senang, atau perasaan biasa-biasa saja (netral) dari
seseorang terhadap sesuatu. Sesuatu itu bisa benda, kejadian, situasi, orang
atau kelompok. Senada dengan tersebut Luis, et al (Saifudin, 2011:4-5),
menjelaskan sikap merupakan perasaan mendukung atau tidak mendukung pada objek
tersebut. Sarnoff (Sarwono, 2009: 205) mengidentifikasikan sikap sebagai
kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably)
atau secara negatif (unfavorably) yang tercermin terhadap objek-objek
tertentu.
Berdasarkan
pendapat-pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan seseorang dalam merespon
suatu objek yang mencerminkan rasa senang atau tidak senang terhadap suatu
benda, kejadian, situasi, orang atau kelompok. Sikap biasanya termanifestasi
dalam bentuk tindakan atau perilaku yang di tampilkan. Menurut Muhibbin (1995: 54), ciri-ciri hasil belajar afektif
akan tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku.
2. Komponen
Sikap
Pada
hakekatnya sikap merupakan suatu interelasi dari berbagai komponen. Menurut
Allport (Dayakisni, 2009:90) komponen-komponen tersebut ada 3, yaitu:
a. Komponen
Kognitif
Komponen kognitif tersusun atas
dasar pengetahuan atau informasi yang dimiliki seseorang tentang obyek
sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan tertentu
tentang obyek sikap terebut.
b. Komponen
Afektif
Komponen afektif berhubungan dengan
rasa senang dan tidak senang. Jadi sifatnya evaluatif yang berhubungan erat
dengan nilai-nilai kebudayaan atau sistem nilai yang dimilikinya.
c. Komponen
Konatif
Komponen konatif merupakan kesiapan
seseorang untuk bertingkah laku yang berhubungan dengan obyek sikapnya. Ahmadi
( 2009: 149) menyebutkan bahwa aspek ini berwujud proses tendensi/
kecenderungan untuk berbuat terhadap obyek, misalnya kecenderungan memberi
pertolongan, menjauhkan diri dan sebagainya. Dengan demikian sikap seseorang
pada suatu obyek sikap terdiri ketiga kompenen di atas yang saling berinteraksi
untuk memahami, merasakan dan berperilaku terhadap obyek sikap.
3. Karakteristik
Sikap
Menurut
Brigham (Dayakisni, 2009: 90) ada beberapa karakteristik atau ciri dasar sikap,
yaitu:
a. Sikap
disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku;
b. Sikap
ditujukan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori, dalam hal ini skema yang
dimiliki orang menentukan bagaimana mereka mengategorisasikan obyek dimana
sikap diarahkan;
c. Sikap
dipelajari;
d. Sikap
mempengaruhi perilaku. Mengukuhi suatu sikap yang mengarah pada suatu obyek itu dengan suatu cara
tertentu.
Ahmadi
(2009: 164-165) mengemukakan beberapa ciri-ciri dari sikap, yaitu:
a. Sikap
Dipelajari
Sikap merupakan hasil
belajar yang berbeda dengan motif-motif psikologis lainnya. Misalnya lapar
adalah motif psikologis yang tidak perlu
dipelajari, sedangkan pilihan terhadap suatu jenis makanan adalah sikap. Sikap
dapat dipelajari dengan sengaja dan dilakukan dengan kesadaran individu, namun
terdapat pula beberapa sikap yang dipelajari dengan tidak sengaja dan tanpa
kesadaran individu.
b. Memiliki
Kestabilan
Sikap bermula dari
dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap, dan stabil melalui pengalaman.
Contohnya perasaan suka atau tidak suka terhadap warna tertentu yang sifatnya
berulang-ulang atau memiliki frekuensi yang tinggi.
c. Kepentingan
Pribadi-masyarakat
Sikap melibatkan
hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dan barang atau
situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, maka ia akan
sangat berarti bagi dirinya.
d. Berisi
Kognisi dan Afeksi
Komponen kognisi dari
sikap adalah berisi informasi yang faktual. Misalnya obyek itu dirasakan
menyenangkan atau tidak menyenangkan.
e. Arah
Pendekatan-penghindaran
Bila seseorang memiliki sikap yang baik terhadap
suatu obyek, maka ia akan mendekati dan membantunya. Sebaliknya bila seseorang
memiliki sikap yang tidak baik, mereka akan menghindarinya.
Berdasarkan karakteristik dan ciri sikap yang telah
disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir
namun memerlukan proses belajar baik terjadi secara sengaja maupun tanpa
sengaja. Sikap selalu berhubungan dengan suatu obyek.
4. Nilai-nilai Sikap yang Harus Diajarkan di Sekolah
Lickona
(2012: 74-76) mengatakan bahwa terdapat nilai-nilai moral yang sebaiknya
diajarkan di sekolah, yaitu;
a. Kejujuran
Kejujuran
adalah salah satu bentuk nilai. Dalam hubungannya dengan manusia, berarti
adanya perilaku tidak menipu, berbuat curang, atau mencuri. Ini merupakan salah
satu cara dalam menghormati orang lain.
b. Toleransi
Toleransi
merupakan bentuk refleksi dari sikap hormat, sebuah sikap yang memiliki
kesetaraan dan tujuan bagi mereka yang memiliki pemikiran, ras, dan keyakinan
berbeda-beda. Toleransi adalah sesuatu yang
membuat dunia setara dari berbagai bentuk perbedaan.
c. Kebijaksanaan
Kebijaksanaan
merupakan nilai yang dapat menjadikan kita menghormati diri sendiri. Misalnya,
ketika seseorang menjauhkan dirinya dari hal-hal yang dapat membahayakan diri
baik secara fisik maupun moral.
d. Disiplin
Diri
Disiplin
diri membentuk seseorang untuk tidak mengikuti keinginan hati yang mengarah
pada perendahan nilai diri atau perusakan diri. Tetapi untuk mengejar apa-apa
yang baik bagi diri kita dan untuk mengejar keinginan positif dalam kadar yang
sesuai. Disiplin diri dapat membentuk seseorang untuk tidak mudah puas terhadap
apa yang telah diraih dengan cara mengembangkan kemampuan, bekerja dengan
manajemen waktu yang bertujuan, dan menghasilkan sesuatu yang berarti bagi
kehidupan. Semua itu bentuk dari sikap hormat.
e. Tolong-menolong
Sikap
tolong-menolong dapat memberikan bimbingan untuk berbuat kebaikan dengan hati.
Ini dapat membantu seseorang dalam menyelesaikan tanggung jawab terhadap etika
yang berlaku secara luas.
f. Sikap
Peduli Sesama
Sikap
peduli sesama dapat diartikan “berkorban untuk”. Sikap ini dapat membantu untuk
tidak hanya mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab kita, tetapi juga
merasakannya.
g. Sikap
Saling Bekerja Sama
Sikap
saling bekerja sama mengenal bahwa “tidak ada yang mampu hidup sendiri di
sebuah pulau (tempat kehidupan)” dan dunia yang semakin sering membutuhkan,
kita harus bekerja secara bersama-sama dalam meraih tujuan yang pada dasarnya
sama dengan upaya pertahanan diri.
h. Keberanian
Sikap
berani akan membantu seseorang untuk menghormati diri sendiri agar dapat
bertahan dalam berbagai tekanan. Sikap ini juga membentuk manusia untuk
menghormati hak-hak orang lain ketika kita mengalami sebuah tekanan.
i. Demokrasi
Demokrasi
pada gilirannya merupakan cara yang diketahui terbaik dalam menjamin keamanan
dan hak asasi masing-masing individu (untuk
memiliki rasa hormat) dan juga mengangkat makna dari kesejahteraan umum
(bersikap baik dan bertanggung jawab kepada semua orang).
5. Penilaian
Sikap dalam pembelajaran
Penilaian sikap dalam
proses pembelajaran adalah penilaian yang dilakukan untuk mengatahui sikap
peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik dan
sebagainya (Basuki dan haryanto, 2014: 189-190). Penilaian kompetensi sikap dalam
pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengukur sikap
peserta didik sebagai hasil dari suatu program pembelajaran (Majid, 2014:163).
Dalam
kurikulum 2013 penilaian sikap dibagi menjadi dua macam yaitu sikap spritual
dan sikap sosial. Menurut Bafadal (2013:11) penilaian sikap spiritual meliputi
ketaatan beribadah, perilaku syukur, toleransi dalam beribadah, berdoa sebelum
dan sesudah melakukan kegiatan, sedangkan penilaian sikap sosial meliputi
jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, percaya diri dan sikap lain
yang sesuai dengan kompetensi pembelajaran.
D. Penilaian
Sikap
Sosial
1. Pengertian
sikap sosial
Gusviani (2016:98) mengemukakan sikap sosial adalah
sikap yang menyangkut kehidupan sosial sebagai bentuk interaksi siswa dengan
alam, lingkungan sekolah dan lingkungan sekitar. Adapun menurut Bandura
(1989:2) sikap sosial adalah kesadaran dari dalam diri individu yang
mempengaruhi terhadap lingkungan sosial. Chaplin (Kartono, 2006:469)
mendefinisikan “Social attitudes (sikap sosial) yaitu (1) satu predisposisi
atau kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu terhadap orang
lain; (2) sikap yang terarah kepada tujuan-tujuan sosial, sebagai lawan dari
sikap yang terarah pada tujuan-tujuan prive (pribadi).
Menurut Ahmadi (2007:149) menjelaskan sikap sosial
adalah kesadaran individu yang menentukan perbuatan yang nyata, yang
berulang-ulang terhadap objek sosial. Misalnya sikap masyarakat terhadap
bendera kebangsaan, mereka selalu menghormatinya dengan cara khidmat dan
berulang-ulang pada hari-hari nasional di negara Indonesia. Contoh lainnya
sikap berkabung seluruh anggota kelompok karena meninggalnya seorang
pahlawannya.
Mappiare (2006: 308). Sikap sosial menunjuk pada
predisposisi, sikap (kecenderungan berbuat atau tidak berbuat dalam situasi
tersedia) yang dimiliki bersama dengan sejumlah orang-orang lain yang sama
keyakinan, nilai-nilai, ideologi atau orientasi politik. Syamsudin (1997: 10)
bahwa “sikap sosial adalah tingkah laku atau gerakan-gerakan yang tampak dalam
interaksinya dengan lingkungan sosial.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa sikap sosial merupakan tindakan spontan yang dilakukan oleh
seseorang dalam menanggapi orang lain di dalam lingkungannya. Oleh karena itu,
sikap sosial dapat dilihat dari cara seseorang memeperlakukan orang lain saat
melakukan interaksi.
2. Pembentukan
sikap sosial
Sikap sosial tidak dapat terbentuk secara kebetulan
atau merupakan pewarisan sifat. Terbentuknya suatu sikap banyak dipengaruhi
perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan seperti keluarga, sekolah,
norma, golongan agama dan adat istiadat (Ahmadi: 156-157). Hal ini mengakibatkan perbedaan sikap antara
individu yang satu dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan
yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi manusia terhadap
suatu objek tertentu.
Wina Sanjaya (2013: 277-279) membagi proses
pembentukan sikap menjadi pola pembiasaan dan modelling.
a. Pola
Pembiasaan
Dalam proses pembelajaran di sekolah, guru dapat
menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Secara
disadari maupun tidak, guru dapat menanamakan sikap tertentu selama proses
pembelajaran. Siswa yang setiap kali menerima perlakuan yang tidak mengenakkan
dari guru maka lama-kelamaan akan timbul rasa benci dari anak tersebut.
Perlahan-lahan anak akan mengalihkan sikap negatif itubukan hanya kepada guru
akan tetapi kepada mata pelajaran yang diasuhnya. Kemudian untuk
mengembalikannya pada sikap positif bukanlah pekerjaan mudah.
b. Modelling
Salah satu karakteristik anak didik yang sedang
berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan. Modelling adalah
proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang
dihormatinya. Pemodelan biasanya dimulai dari perasaan kagum yang perlahan
perasaan kagum itu akan mempengaruhi emosinya dan akan meniru perilaku sama
seperti apa yang dilakukan oleh idolanya. Proses penanaman sikap anak terhadap
suatu obyek melalui proses modelling pada mulanya dilakukan secara
mencontoh, tetapi anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu dilakukan.
Modelling dapat
digunakan ketika guru mengantarkan materi-materi yang berisi nilai-nilai moral.
Kemampuan anak usia sekolah dasar untuk meniru apa yang mereka lihat cukup
kuat. Oleh karena itu khususnya dalam pembelajaran nilai moral yang menjadi
model utama di sekolah adalah guru. Maka guru di sekolah hendaknya memberikan
contoh perilaku yang baik kepada siswanya. Model yang digunakan tidak selamanya
berasal dari guru. Model yang lain dapat berupa (1) manusia, misalnya tokoh
masyarakat, aparat pemerintahan, pemimpin negara, pahlawan bangsa. (2)
nonmanusia, misalnyamenggunakan kancil dalam cerita dongeng (Wuri Wuryandani
dan Fathurrohman, 2012: 43-44).
Menurut Slameto (2003: 189) sikap terbentuk melalui
bermacam-macam cara, antara lain:
a. Melalui
pengalaman yang berulang-ulang, atau dapat pula melalui suatu pengalaman yang
disertai perasaan yang mendalam (pengalaman traumatik)
b. Melalui
imitasi. Peniruan dapat terjadi tanpa disengaja dan disengaja. Dalam hal
terakhir individu harus mempunyai minat dan rasa kagum terhadap mode, disamping
itu diperlukan pemahaman dan kemampuan untuk mengenal dan mengingat model yang
hendak ditiru, peniru akan terjadi lebih lancar bila dilakukan secara kolektif
dari pada perorangan.
c. Melalui
sugesti. Di sini seseorang membentuk suatu sikap terhadap objek tanpa suatu
alasan dan pemikiran yang jelas, tapi semata-mata karena pengaruh yang datang
dari seseorang atau sesuatu yang mempunyai wibawa dalam pandanganya.
d. Melalui
identifikasi. Di sini seseorang meniru orang lain atau suatu organisasi/badan
tertentu didasari suatu keterkaitan emosional sifatnya, meniru dalam hal ini
lebih banyak dalam arti berusaha menyamai; identifikasi seperti ini sering
terjadi antara anak dengan orang tua, pengikut dengan pemimpin, siswa dengan
guru, antara anggota suatu kelompok dengan anggota lainnya dalam kelompok
tersebut yang dianggap paling mewakili kelompok yang bersangkutan
Slameto
(2003: 191) juga mengemukakan tentang beberapa metode yang dapat dipergunakan
untuk mengubah sikap, yaitu:
a. Mengubah
komponen kognitif dari sikap yang bersangkutan. Cara yang dapat dilakukan
adalah dengan memberi informasi-informasi baru mengenai obyek sikap, sehingga
komponen kognitif menjadi luas. Hal inidiharapkan akan merangsang komponen
afektif dan komponen tingkah lakunya.
b. Mengadakan
kontak langsung dengan obyek sikap. Dengan cara ini komponen afektif turut pula
dirangsang. Cara ini paling sedikit akan merangsang orang-orang yang bersikap
anti untung tidak berpikir lebih jauh tentang obyek sikap yang tidak disenangi.
c. Memaksa
orang menampilkan tingkah laku baru yang tidak konsisten dengan sikap-sikap yang
sudah ada. Dalam hal ini kita berusaha langsung mengubah komponen tingkah
lakunya.
3. Menumbuh
dan mengembangkan sikap sosial
Sikap
dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui proses belajar. Dalam proses belajar
tidak terlepas dari proses komunikasi dimana terjadi proses transfer
pengetahuan dan nilai. Jika sikap merupakan hasil belajar, maka kunci utama
belajar sikap terletak pada proses kognisi dalam belajar siswa. Menurut Bloom
yang dikutip dari Munandar (2009: 215) adalah, “Serendah apapun tingkatan proses
kognisi siswa dapat mempengaruhi sikap”. Pertanyaan yang muncul adalah apakah
semua informasi dapat mempengaruhi sikap, tidak semua informasi dapat
mempengaruhi sikap. “Informasi yang dapat mempengaruhi sikap sangat tergantung
pada isi, sumber, dan media informasi yang bersangkutan”. Dilihat dari segi isi
informasi, bahwa informasi yang menumbuhkan dan mengembangkan sikap adalah
berisi pesan yang bersifat persuasif. Dalam pengertian, pesan yang disampaikan
dalam proses komunikasi haruslah memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
keyakinan sasaran didik, meskipun sebenarnya keyakinan tersebut didapat siswa
sendiri melalui proses belajar.
Penumbuhan
sikap sosial dapat tumbuh selama manusia hidup. Sepanjang hidupnya, manusia
belajar tidak pernah berhenti. Proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan, dan
pengalaman, berlangsung sepanjang hidup manusia. Dalam proses yang panjang
inilah nilai-nilai hidup didapatkan oleh manusia, yang kemungkinan besar akan
dapat menumbuhkan sikap mereka terhadap subjek atau objek. Periode kritis
penumbuhan seseorang terjadi pada usia 12 tahun sampai 30 tahun. Sikap akan
tumbuh melalui belajar dan pengalaman pribadi masing-masing. Perlu dipahami,
bahwa dalam hidup belajar lebih banyak ditentukan oleh diri sendiri dari pada
di bangku sekolah. Namun demikian, sudah menjadi kewajiban bagi sekolah untuk
menumbuhkan sikap dasar yang bermanfaat bagi hidup peserta didik. Oleh karena
itu, jika kita sadar akan tanggung jawab sebagai pendidik, dan menyadari usia
yang memungkinkan sikap dapat ditumbuhkan, maka sudah seharusnya kita tidak
mensia-siakan waktu tersebut untuk menumbuhkan sikap dasar siswa yang
benar-benar ada manfaatnya bagi hidupnya maupun bagi Bangsa dan Negara.
Hurlock
(2000 : 250) mengatakan bahwa perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan
berperilaku yang sesuai dengan tuntunan sosial. Untuk menjadi orang yang mampu
bermasyarakat, memerlukan tiga proses. Masing-masing proses terpisah dan sangat
berbeda satu sama lain namun saling berkaitan, sehingga kegagalan dalam satu proses
akan menurunkan kadar sosialisasi individu. Yusuf (2001 : 122) mengemukakan
bahwa perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan
sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaiakan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi.
Berperilaku
sesuai dengan tuntunan sosial salah satunya adalah dengan menunjukkan sikap
disiplin, contohnya adalah tidak terlambat masuk ke sekolah. Hurlock (2000: 83)
berpendapat bahwa fungsi pokok disiplin adalah mengajar anak menerima pengekangan yang diperlukan untuk membantu
mengarahkan energi anak ke dalam jalur yang berguna dan diterima secara sosial.
4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap sosial
Ahmadi
(2009: 157-158) membagi faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap, yaitu:
a.
Faktor Intern
Faktor
intern merupakan faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor
ini berupa daya pilih seseorang untukmenerima dan mengolah pengaruh-pengaruh
yang datang dari luar. Pilihan terhadap
pengaruh dari luar biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri
manusia. Misalnya orang yang haus akan lebih memperhatikan perangsang yang
menghilangkan haus daripada perangsang-perangsang yang lain.
b.
Faktor Ekstern
Faktor
ekstern merupakan faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini
berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia
yang dengan hasil kebudayaan manusia manusia yang sampai padanya melalui
alat-alat komunikasi. Sherif (Ahmadi (2009:158) mengemukakan bahwa sikap itu
dapat diubah atau dibentuk apabila:
1) Terdapat
hubungan timbal balik yang langsung antara manusia.
2) Adanya
komunikasi (yaitu hubungan langsung) dari satu pihak.
Menurut Baron dan Byrne (Syamsul,
2015: 9-10) menyebutkan ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi perilaku
sosial, yaitu:
a.
Perilaku dan
Karakteristik Orang Lain
Jika seseorang
lebih sering bergaul dengan orangorang yang memiliki karakter santun, ada
kemungkinan besar ia akan berperilaku seperti kebanyakan orang-orang berkarakter
santun dalam lingkungan pergaulannya. Sebaliknya, jika ia bergaul dengan
orang-orang berkarakter sombong, maka ia akan terpengaruh oleh perilaku seperti
itu. Pada aspek ini guru memegang peranan penting sebagai sosok yang akan dapat
mempengaruhi pembentukan perilaku sosial siswa karena ia akan memberikan
pengaruh yang cukup besar dalam mengarahkan siswa untuk melakukan sesuatu
perbuatan.
b.
Proses Kognitif
Inti dari
kegiatan pendidikan adalah proses belajar mengajar. Hasilnya adalah seperangkat
perubahan perilaku. Melalui pendidikan seseorang juga akan mendapatkan
prestasi. Dalam pembelajaran di sekolahseseorang akan mendapatkan prestasi yang
bersifat kognitif, afektif dan psikomotorik. Namun dalam pembelajaran di
sekolah aspek kognitif menjadi satu halyang paling dominan ditekankan dalam
penentuan penilaian. Idealnya orang yang memiliki prestasi yang baik dia akan
menunjukkan perilaku yang baik pula, karena orang yang berpendidikan dan
memiliki prestasi yang baik dia akan mengerti dengan norma-norma yang ada.
Dengan demikian pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku
seseorang. Perilaku orang yang berpendidikan tinggi akan berbeda perilakunya dengan
orang yang berpendidikan rendah. Kognitif merupakan salah satu aspek penting
dari perkembangan seseorang. Ingatan dan pikiran yang memuat ide-ide, keyakinan
dan pertimbangan yang menjadi dasar kesadaran sosial seseorang akanberpengaruh
terhadap perilaku sosialnya. Belajar merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan prestasi seseorang. Misalnya seorang siswa yang ingin menjadi guru
terus berpikir agar kelak dikemudian hari menjadipengajar sekaligus pendidik
yang baik akan terus berupaya dan berproses mengembangkan danmemperbaiki
dirinya dalam perilaku sosialnya. Dengan demikian prestasi diduga merupakan
salahsatu yang mempengaruhi perilaku seseorang. Karenadengan pengetahuan yang
dimiliki seseorang akan dapat berfikir bagaimana dia akan bertindak sesuai
dengan norma yang ada.
c.
Lingkungan
Lingkungan
merupakan faktor yang mempengaruhi dan
menentukan tingkah laku atau perilaku sosial seseorang. Kita dapat melihat
perbedaan antara individu yang hidup di lingkungan alam tandus dengan individu yang
hidup di lingkungan alam yang sejuk. Lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap
pembawaan seseorang. Untuk menjamin kelangsungan hidupnya, manusia selalu berhubungan
satu dengan yang lain. Itulah sebabnya manusia membutuhkan pergaulan. Dengan
adanya pergaulan, manusia bisa saling mempengaruhi baik itu dalam pemikiran,
sifat dan tingkah laku atau perilaku sosialnya. Keluarga merupakan salah satu sumber yang memberikan
dasar-dasar ajaran bagi seseorang sebelum anak bergaul dengan lingkungan sekitarnya
sebagai bekal dalam pergaulannya. Lingkungan sekitar merupakan tempat individu
bersosialisasi dengan tetangga khususnya dan masyarakat umumnya sehingga
memberikan pengaruh terhadap
perilakunya. Lingkungan sekolah juga berpotensi untuk memberikan pengaruh
terhadap karakter dan perilakunya.
d.
Kemandirian
Kemandirian
merupakan keadaan seseorang yang dapat menentukan diri sendiri dan dapat
dinyatakan dalam tindakan atau perilaku seseorang yang dapat dinilai. Arti ini
memberikan penjelasan bahwa kemandirian menunjuk pada adanya kepercayaan akan kemampuan
diri untuk menyelesaikan persoalan tanpa bantuan khusus dari orang lain.
Kemandirian merupakan perilaku yang terdapat pada seseorang yang timbul karena
dorongan dari dalam dirinya sendiri bukan karena pengaruh orang lain.
Kemandirian perilaku merupakan kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan secara
mandiri dan konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Orang yang memiliki
kemandirian akan cenderung untuk mengambil keputusan tanpa campur tangan orang
lain.
Berdasarkan
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sikap yang ada pada diri seseorang
dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. Faktor intern berupa daya pilih
seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.
Faktor ekstern berasal dari luar diri individu. Faktor ekstern dapat berasal
dari mass media, kelompok sebaya dan kelompok yang meliputi berbagai lembaga.
Kaitannya dengan sikap siswa maka lembaga yang dimaksud adalah lembaga
pendidikan berupa sekolah.
5. Indikator
sikap sosial
Sikap sosial dalam
proses pembelajaran mencakup prilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli,
santun serta percaya diri (Permendikbud, 2013:6). Menurut djaali (2006:124)
sikap sosial meliputi sikap bertanggung jawab, peduli, jujur percaya diri,
bekerja dalam kelompok, memecahkan masalah yang berkaitan dengan perasaan dan
santun. Adapun mulyasa (2007:44) menjelaskan kurikulum satuan pendidikan
menyebutkan sikap sosial mencakup kerja keras, disiplin, percaya diri dan jujur
dalam belajar. Selain itu Syamsudin
(1997: 74) mengemukakan bahwa sikap sosial dapat terlihat dari tujuh dimensi
yang meliputi persahabatan, kepemimpinan, sikap keterbukaan, inisiatif sosial,
partisipasi dalam kegiatan kelompok, tanggung jawab dalam tugas elompok dan
toleransi terhadap teman.
Penilaian sikap sosial
dilakukan untuk mengetahui perkembangan sikap sosial siswa dalam menghargai,
menghayati, dan berperilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi,
gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaanya
(Permendikbud, 2017:49). Berikut
contoh indikator-indikator sikap sosial:
a. Sikap jujur, yaitu perilaku dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan, misalnya:
1) Tidak menyontek dalam mengerjakan ujian;
2) Tidak menjadi plagiat (mengambil/menyalin karya orang
lain tanpa menyebutkan sumber);
3) Mengungkapkan perasaan apa adanya;
4) Menyerahkan kepada yang berwenang barang yang
ditemukan;
5) Membuat laporan berdasarkan data atau informasi apa
adanya;
6)
Mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimiliki;
b. Sikap disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan,
misalnya:
1) Datang tepat waktu;
2) Patuh pada tata tertib atau aturan bersama/ sekolah;
3) Mengerjakan/ mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang
ditentukan, mengikuti kaidah berbahasa tulis yang baik dan benar;
c. Sikap
tanggung jawab, yaitu sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa:
1) Melaksanakan tugas individu dengan baik;
2) Menerima resiko dari tindakan yang dilakukan;
3) Tidak menyalahkan/menuduh orang lain tanpa bukti yang
akurat;
4) Mengembalikan barang yang dipinjam;
5) Mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang
dilakukan;
6) Menepati janji;
7) Tidak menyalahkan orang lain utk kesalahan tindakan kita sendiri;
8)
Melaksanakan apa yang pernah dikatakan tanpa
disuruh/diminta;
d. Sikap toleransi,
yaitu sikap dan tindakan yang menghargai keberagaman latar belakang, pandangan,
dan keyakinan.
1) Menerima kesepakatan meskipun berbeda dengan
pendapatnya;
2) Dapat menerima kekurangan orang lain;
3) Dapat mememaafkan kesalahan orang lain;
4) Mampu dan mau bekerja sama dengan siapa pun yang
memiliki keberagaman latar belakang, pandangan, dan keyakinan;
5) Tidak memaksakan pendapat atau keyakinan diri pada
orang lain;
6) Kesediaan untuk belajar dari (terbuka terhadap) keyakinan dan gagasan
orang lain agar dapat memahami orang lain lebih baik;
7) Terbuka terhadap atau kesediaan untuk menerima sesuatu
yang baru;
e. Sikap gotong
royong, yaitu bekerja bersama-sama dengan orang lain untuk mencapai
tujuan bersama dengan saling berbagi tugas dan tolong menolong secara ikhlas.
1) Terlibat aktif dalam bekerja bakti membersihkan kelas
atau sekolah;
2) Kesediaan melakukan tugas sesuai kesepakatan;
3) Bersedia membantu orang lain tanpa mengharap imbalan;
4) Aktif dalam kerja kelompok;
5) Memusatkan perhatian pada tujuan kelompok;
6) Tidak mendahulukan kepentingan pribadi;
7) Mencari jalan untuk mengatasi perbedaan
pendapat/pikiran antara diri sendiri dengan orang lain;
8)
Mendorong orang lain untuk bekerja sama demi mencapai
tujuan bersama;
f. Sikap Santun atau sopan, yaitu sikap baik dalam
pergaulan baik dalam berbahasa maupun bertingkah laku. Norma kesantunan
bersifat relatif, artinya yang dianggap baik/santun pada tempat dan
waktu tertentu bisa berbeda pada tempat dan waktu yang lain.
1) Menghormati orang yang lebih tua;
3) Tidak meludah di sembarang tempat;
4) Tidak menyela pembicaraan pada waktu yang tidak tepat;
5) Mengucapkan terima kasih setelah menerima bantuan orang
lain;
6) Bersikap 3S (salam, senyum, sapa);
7) Meminta ijin ketika akan memasuki ruangan orang lain
atau menggunakan barang milik orang lain;
8)
Memperlakukan orang lain sebagaimana diri sendiri ingin
diperlakukan;
g. Sikap percaya diri, yaitu suatu keyakinan atas
kemampuannya sendiri untuk melakukan kegiatan atau tindakan.
1) Berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu.
2) Mampu membuat keputusan dengan cepat
3) Tidak mudah putus asa
4) Tidak canggung dalam bertindak
5) Berani presentasi di depan kelas
6) Berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan
E.
Teknik
Penilaian Sikap
Penilaian sikap terutama dilakukan oleh wali
kelas dan guru mata pelajaran khususnya guru Pendidikan Agama dan Budi Pekerti, dan PPKn melalui observasi
dalam bentuk catatan guru selama proses pembelajaran. Hasil observasi guru mata
pelajaran diserahkan kepada wali kelas untuk ditindaklanjuti. Penilaian diri
atau penilaian antarteman dilakukan oleh siswa sebagai penunjang yang sifatnya
alat konfirmasi. Hasil
akhir penilaian sikap diolah menjadi deskripsi sikap yang dituliskan di dalam
rapor. Skema penilaian sikap dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar.
1 Skema Penilaian Sikap
a. Observasi
Observasi
dalam penilaian sikap peserta didik merupakan teknik yang dilakukan secara
berkesinambungan melalui pengamatan perilaku. Instrumen yang digunakan dalam observasi berupa lembar observasi atau
jurnal. Lembar observasi atau jurnal tersebut berisi kolom catatan perilaku
yang diisi oleh guru mata pelajaran, wali kelas, dan guru BK berdasarkan hasil
pengamatan dari perilaku siswa selama satu semester.
Pengamatan dengan
jurnal mencatat perilaku peserta didik yang muncul secara alami selama satu
semester. Perilaku peserta didik yang dicatat di dalam jurnalpada dasarnya
adalah perilaku yang sangat baik dan/atau kurang baik yang berkaitan dengan
butir sikap yang terdapat dalam aspek sikap spiritual dan sikap sosial. Setiap
catatan memuat deskripsi perilaku yang dilengkapi dengan waktu teramatinya
perilaku tersebut, serta perlu dicantumkan tanda tangan peserta didik.
Apabila seorang peserta
didik pernah memiliki catatan sikap yang kurang baik, jika pada kesempatan lain
peserta didik tersebut telah menunjukkan perkembangan sikap (menuju atau
konsisten) baik pada aspek atau indikator sikap yang dimaksud, maka di dalam
jurnal harus ditulis bahwa sikap peserta didik tersebut telah (menuju atau
konsisten) baik atau bahkan sangat baik. Dengan demikian, yang dicatat dalam
jurnal tidak terbatas pada sikap kurang baik dan sangat baik, tapi juga setiap
perkembangan menuju sikap yang diharapkan. Berdasarkan jurnal tersebut pendidik
membuat deskripsi penilaian sikap peserta didik dalam kurun waktu satu
semester.
Berikut adalah beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam melaksanakan penilaian
(mengikuti perkembangan) sikap dengan teknik observasi:
1)
Jurnal penilaian (perkembangan) sikap
ditulis oleh wali kelas, guru mata pelajaran, dan guru BK selama periode satu
semester.
2)
Bagi wali kelas, 1 (satu) jurnal digunakan
untuk satu kelas yang menjaditanggungjawabnya. Bagi guru mata pelajaran, 1
(satu) jurnal digunakan untuk setiap kelasyang diajarnya. Bagi guru BK, 1
(satu) jurnal digunakan untuk setiap kelas di bawah bimbingannya.
3)
Perkembangan sikap spiritual dan sikap
sosial peserta didik dapat dicatat dalam 1 (satu) jurnal atau dalam 2 (dua)
jurnal yang terpisah.
4)
Peserta didik yang dicatat dalam jurnal
pada dasarnya adalah mereka yang menunjukkan perilaku yang sangat baik atau
kurang baik secara alami (peserta didik yang menunjukkan sikap baik tidak harus
dicatat dalam jurnal).
5)
Perilaku sangat baik atau kurang baik yang
dicatat dalam jurnal tersebut tidak terbatas pada butir-butir
nilai sikap (perilaku) yang hendak ditanamkan melalui pembelajaran yang saat
itu sedang berlangsung sebagaimana dirancang dalam RPP, tetapi juga butir-butir
nilai sikap lainnya yang ditumbuhkan dalam semester itu selama sikap tersebut
ditunjukkan oleh peserta didik melalui perilakunya secara alami.
6)
Wali kelas, guru mata pelajaran, dan guru BK
mencatat (perkembangan) sikap peserta
didik segera setelah mereka menyaksikan dan/atau memperoleh informasi
terpercaya mengenai perilaku peserta didik sangat baik/ kurang baik yang
ditunjukkan peserta didik secara alami.
7)
Apabila peserta didik tertentu “pernah”
menunjukkan sikap kurang baik, ketika
yang bersangkutan telah (mulai) menunjukkan sikap yang baik (sesuai harapan),
sikap yang (mulai) baik tersebut harus dicatat dalam jurnal.
8)
Pada akhir semester guru mata pelajaran
dan guru BK meringkas perkembangan sikap spiritual dan sikap sosial setiap
peserta didik dan menyerahkan ringkasan tersebut kepada wali kelas untuk diolah
lebih lanjut.
b. Penilaian Diri
Penilaian diri dilakukan dengan cara
meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam
berperilaku. Selain itu penilaian diri juga dapat digunakan untuk membentuk
sikap peserta didik terhadap mata pelajaran. Hasil penilaian diri peserta didik
dapat digunakan sebagai data konfirmasi. Penilaian diri dapat memberi dampak
positif terhadap perkembangan kepribadian peserta didik, antara lain:
1) dapat menumbuhkan rasa percaya diri, karena
diberi kepercayaan untuk menilai diri sendiri;
2) peserta didik menyadari kekuatan dan
kelemahan dirinya, karena ketika melakukan penilaian harus melakukan
introspeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimiliki;
3) dapat mendorong, membiasakan, dan melatih
peserta didik untuk berbuat jujur, karena dituntut untuk jujur dan objektif
dalam melakukan penilaian; dan
4) membentuk sikap terhadap mata
pelajaran/pengetahuan.
Instrumen yang digunakan untuk penilaian
diri berupa lembar penilaian diri yang dirumuskan secara sederhana, namun jelas
dan tidak bermakna ganda, dengan bahasa lugas yang dapat dipahami peserta didik,
dan menggunakan format sederhana yang mudah diisi peserta didik. Lembar
penilaian diri dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan sikap peserta
didik dalam situasi yang nyata/sebenarnya, bermakna, dan mengarahkan peserta
didik mengidentifikasi kekuatan atau kelemahannya. Hal ini untuk menghilangkan
kecenderungan peserta didik menilai dirinya secara subjektif. Penilaian diri
oleh peserta didik dilakukan melalui langkahlangkah sebagai berikut.
1) Menjelaskan kepada peserta didik tujuan
penilaian diri.
2) Menentukan indikator yang akan dinilai.
3) Menentukan kriteria penilaian yang akan
digunakan.
4) Merumuskan format penilaian, berupa daftar
cek (checklist) atau skala penilaian (rating scale), atau dalam
bentuk esai untuk mendorong peserta didik mengenali diri dan potensinya.
Contoh Format
penilaian diri dapat dilihat dibawah ini
Contoh Lembar Penilaian Diri Siswa
Nama :
………………………………….
Kelas :
………………………………….
Semester :
………………………………….
Petunjuk:
Berilah tanda cek (√) pada kolom “Ya” atau “Tidak” sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya
No.
|
Pernyataan
|
Ya
|
Tidak
|
1
|
Saya menyontek pada saat mengerjakan
penilaian.
|
||
2
|
Saya menyalin karya orang lain tanpa
menyebutkan sumbernya pada saat mengerjakan tugas.
|
||
3
|
Saya melaporkan kepada yang berwenang ketika
menemukan barang.
|
||
4
|
Saya berani mengakui kesalahansaya.
|
||
5
|
Saya melakukan tugas-tugas dengan baik.
|
||
6
|
Saya berani menerima resiko atas tindakan
yang saya lakukan
|
||
7
|
Saya mengembalikan barang yang saya pinjam.
|
||
8
|
Saya meminta maaf jika saya melakukan
kesalahan.
|
||
9
|
Saya melakukan praktikum sesuai dengan
langkah yang ditetapkan.
|
||
10
|
Saya belajar dengan sungguh-sungguh.
|
||
11
|
Saya datang ke sekolah tepat waktu.
|
||
...
|
Keterangan: Pernyataan dapat diubah atau
ditambah sesuai dengan butir-butir sikap yang dinilai.
Hasil penilaian diri perlu ditindaklanjuti oleh wali kelas dan guru
BP/BK dengan melakukan pembinaan terhadap siswa yang belum menunjukkan sikap
yang diharapkan.
c. Penilaian Antar Teman
Penilaian antarteman merupakan teknik
penilaian yang dilakukan oleh seorang siswa (penilai) terhadap siswa yang lain
terkait dengan sikap/perilaku siswa yang dinilai. Sebagaimana penilaian diri,
hasil penilaian antarteman dapat digunakan sebagai data konfirmasi. Selain itu
penilaian antarteman juga dapat digunakan untuk menumbuhkan beberapa nilai
seperti kejujuran, tenggang rasa, apresiasi, dan objektivitas. Penilaian
antarteman paling baik dilakukan pada saat siswa melakukan kegiatan
berkelompok. Contoh penilaian antar teman dapat dilihat dibawah ini.
Contoh
Format Penilaian Antarteman
Nama teman yang dinilai : ………………………………….
Nama penilai :
………………………………….
Kelas :
………………………………….
Semester :
………………………………….
Petunjuk:
Berilah tanda cek (√) pada kolom “Ya” atau “Tidak” sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya.
No
|
Pernyataan
|
Ya
|
Tidak
|
1
|
Teman saya tidak menyontek dalam mengerjakan
ujian
|
||
2
|
Teman saya tidak melakukan plagiat
(mengambil/menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber) dalam
mengerjakan setiap tugas
|
||
3
|
Teman saya mengemukakan perasaan
terhadap sesuatu apa adanya
|
||
4
|
Teman saya melaporkan data atau informasi
apa adanya
|
Keterangan : Pernyataan dapat diubah atau
ditambah sesuai dengan kondisi satuan pendidikan
a.
Perencanaan Penilaian
Pada
awal semeseter, guru mata elajaran terlebih dahulu merencanakan konsep
penilaian dengan mengidentifikasi kompetensi dasar terutama pada kompetensi
inti. Perencananaan dimaksud tidak bersifat kaku dan memungkinkan perubahan
selama proses pembelajaran.
b. Perumusan indikator
Dalam
pelaksanaan penilaian, guru lebih dahulu perlu merumuskan indikator pencapaian
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dijabarkan dari Kompetensi
Dasar (KD) dan Kompetensi Inti (KI) pada setiap mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi diperlukan untuk
penyusunan instrumen penilaian dengan menggunakan kata kerja operasional yang
dapat diukur sesuai dengan keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tersebut.
Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan substansi/materi,
konstruksi, dan bahasa. Persyaratan substansi merepresentasikan kompetensi yang
dinilai; persyaratan konstruksi memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan
bentuk instrumen yang digunakan, dan persyaratan bahasa adalah penggunaan
bahasa yang baik dan benar serta komunikatif sesuai dengan tingkat perkembangan
siswa. Untuk menilai pencapaian kompetensi sikap digunakan
indikator penilaian sikap yang dapat diamati.
Sikap sosial dikembangkan
terintegrasi dalam pembelajaran KD dari KI-3 dan KI-4. Indikator dikembangkan
secara spesifik sesuai
dengan karakteristik KD pada mata pelajaran tersebut.
c. Pelaksanaan
Penilaian
Penilaian
sikap sosial dilakukan secara terus-menerus selama satu semester. Penilaian
sikap sosial di dalam kelas dilakukan oleh guru mata pelajaran. Sikap siswa di
luar jam pelajaran diamati/dicatat wali kelas dan guru BK. Guru mata pelajaran,
guru BK, dan wali kelas mencatat perilaku siswa yang sangat baik atau kurang
baik dalam jurnal segera setelah perilaku tersebut teramati atau menerima
laporan tentang perilaku tersebut.
2. Pengolahan
Hasil Penilaian
Langkah-langkah untuk membuat rekapitulasi penilaian
sikap selama
satu semester:
a. Guru
mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing mengelompokkan (menandai)
catatan-catatan sikap pada jurnal yang dibuatnya
ke dalam sikap spiritual dan sikap sosial (apabila pada jurnal belum ada kolom butir
nilai).
b. Guru
mata pelajaran, wali kelas dan guru BK masing-masing membuat rumusan deskripsi
singkat sikap spiritual dan sikap sosial berdasarkan catatan-catatan jurnal
untuk setiap peserta didik.
c. Wali
kelas mengumpulkan deskripsi singkat sikap dari guru mata pelajaran dan guru BK. Dengan memperhatikan
deskripsi singkat sikap spiritual dan sosial dari guru mata pelajaran, guru BK,
dan wali kelas yang bersangkutan, wali kelas menyimpulkan (merumuskan deskripsi)
capaian sikap spiritual dan sosial setiap peserta didik.
d. Pelaporan
hasil penilaian sikap dalam bentuk predikat dan deskripsi.
G.
Pembelajaran Fisika
Pembelajaran fisika dipandang sebagai suatu proses untuk
mengembangkan kemampuan memahami konsep, prinsip maupun hukum-hukum fisika
sehingga dalam proses pembelajarannya harus mempertimbangkan strategi
atau metode pembelajaran yang efektif dan efisien. Dalam pembelajaran fisika,
pengalaman proses sains dan pemahaman produk sains dalam bentuk pengalaman
langsung akan sangat berarti dalam membentuk konsep siswa secara induktif
berdasar fakta-fakta empiris di lapangan.
Selanjutnya secara garis besar pembelajaran Fisika seperti
yang diungkapkan oleh Abu Hamid (sulistyono,1998:12), adalah sebagai berikut:
1. Proses belajar Fisika bersifat untuk
menentukan konsep, prinsip, teori, dan hukum-hukum alam, serta untuk dapat
menimbulkan reaksi, atau jawaban yang dapat dipahami dan diterima secara
objektif, jujur dan rasional.
2. Pada hakikatnya mengajar Fisika
merupakan suatu usaha untuk memilih strategi mendidik dan mengajar yang sesuai
dengan materi yang akan disampaikan, dan upaya untuk menyediakan
kondisi-kondisi dan situasi belajar Fisika yang kondusif, agar murid secara
fisik dan psikologis dapat melakukan proses eksplorasi untuk menemukan konsep,
prinsip, teori, dan hukum-hukum alam serta menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Pada hakikatnya hasil belajar Fisika
merupakan kesadaran murid untuk memperoleh konsep dan jaringan konsep Fisika
melalui eksplorasi dan eksperimentasi, serta kesadaran murid untuk menerapkan
pengetahuannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya
sehari-hari.
Setiap proses pembelajaran memiliki tujuan
yang ingin dicapai begitu pula dengan pembelajaran fisika. Berdasarkan
Permendikbud Nomor 59 tahun 2014, pembelajaran Fisika SMA/MA bertujuan untuk:
a.
Menambah
keimanan peserta didik dengan menyadari hubungan keteraturan, keindahan
alam, dan kompleksitas alam dalam jagad
raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya;
b.
Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki
rasa ingin tahu, objektif, jujur, teliti, cermat, tekun, ulet, hati-hati,
bertanggung jawab, terbuka, kritis,
kreatif, inovatif dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari
sebagai wujud implementasi sikap ilmiah dalam melakukan percobaan dan
berdiskusi;
c.
Menghargai kerja individu dan kelompok
dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi melaksanakan percobaan dan
melaporkan hasil percobaan; memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat
bekerjasama dengan orang lain;
d.
Mengembangkan pengalaman untuk
menggunakan metode ilmiah dalam
merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan,
merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan
menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan
tertulis;
e.
Mengembangkan kemampuan bernalar dalam
berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip
fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik
secara kualitatif maupun kuantitatif;
f.
Menguasai konsep dan prinsip fisika
serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri
sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pembelajaran fisika bertujuan untuk menghasilkan
siswa yang memiliki potensi baik dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
Tujuan pembelajaran fisika sesuai dengan pembelajaran kurikulum 2013 adalah
mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik. Untuk mencapai
tujuan pembelajaran Fisika ini, peran guru sangatlah penting yaitu sebagai
mediator dan fasilitator dalam menyampaikan materi pembelajaran yang mudah
dipahami siswa. Hal yang dapat dilakukan guru adalah mengembangkan media
pembelajaran Fisika sehingga siswa termotivasi untuk belajar.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Matriks Indikator
Sikap Sosial
No
|
Aspek
|
Deskripsi
|
Indikator
|
1
|
Jujur
|
Perilaku yang didasarkan
pada
upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu
dapat dipercaya dalam perkataan,
tindakan, dan pekerjaan
(Permendikbud,
2017:49)
|
1.
Tidak menyontek
dalam mengerjakan ujian
2.
Tidak menjadi
plagiat (mengambil/menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber);
3.
Mengungkapkan
perasaan apa adanya;
4.
Menyerahkan
kepada yang berwenang barang yang ditemukan;
5.
Membuat laporan
berdasarkan data atau informasi apa adanya;
6.
Mengakui
kesalahan atau kekurangan yang dimiliki;
|
2
|
Disiplin
|
Tindakan
yang
menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
|
1.
Datang tepat
waktu;
2.
Patuh pada tata
tertib atau aturan bersama/ sekolah;
3.
Mengerjakan/mengumpulkan
tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan,
4.
Mengikuti
kaidah berbahasa tulis yang baik dan benar;
5.
Mengikuti
panduan dan arahan yang diberikan pendidik
|
3
|
Tanggung jawab
|
Sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan, terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial
dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa
(Permendikbud,
2017:49)
|
1.
Melaksanakan
tugas individu dengan baik;
2.
enerima resiko
dari tindakan yang dilakukan;
3.
Tidak
menyalahkan/menuduh orang lain tanpa bukti yang akurat;
4.
Mengembalikan
barang yang dipinjam;
5.
Mengakui dan
meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan;
6.
Menepati janji;
7.
Tidak
menyalahkan orang lain utk kesalahan
tindakan kita sendiri;
8.
Melaksanakan
apa yang pernah dikatakan tanpa disuruh/diminta;
|
4
|
Toleransi
|
Sikap dan tindakan yang
menghargai
perbedaanagama,
suku, etnis,
pendapat,
sikap, dan tindakan
orang lain yang berbeda dari dirinya
(Permendikbud,
2017:49)
|
1.
Menerima kesepakatan
meskipun berbeda dengan pendapatnya;
2.
Dapat menerima
kekurangan orang lain;
3.
Dapat
mememaafkan kesalahan orang lain;
4.
Mampu dan mau
bekerja sama dengan siapa pun yang memiliki keberagaman latar belakang, pandangan, dan
keyakinan;
5.
Tidak
memaksakan pendapat atau keyakinan diri pada orang lain;
6.
Kesediaan untuk
belajar dari (terbuka terhadap)
keyakinan dan gagasan orang lain agar dapat memahami orang lain lebih baik;
7.
Terbuka
terhadap atau kesediaan untuk menerima sesuatu yang baru;
|
5
|
Gotong Royong/
Kerja Sama
|
Bekerja
bersama-sama dengan orang lain untuk mencapai tujuan bersama dengan saling
berbagi tugas dan tolong menolong secara ikhlas
(Permendikbud,
2017)
|
1.
Terlibat aktif
dalam bekerja bakti membersihkan kelas atau sekolah;
2.
Kesediaan
melakukan tugas sesuai kesepakatan;
3.
Bersedia
membantu orang lain tanpa mengharap imbalan;
4.
Aktif dalam
kerja kelompok;
5.
Memusatkan
perhatian pada tujuan kelompok;
6.
Tidak
mendahulukan kepentingan pribadi;
7.
Mencari jalan
untuk mengatasi perbedaan pendapat/pikiran antara diri sendiri dengan orang
lain;
8.
Mendorong orang
lain untuk bekerja sama demi mencapai tujuan bersama
|
6
|
Sopan Santun
|
sikap baik dalam pergaulan baik dalam berbahasa
maupun bertingkah laku. Norma kesantunan bersifat relatif, artinya yang dianggap baik/santun pada tempat dan
waktu tertentu bisa berbeda pada tempat dan waktu yang lain.
|
1.
Menghormati
orang yang lebih tua;
3.
Tidak meludah
di sembarang tempat;
4.
Tidak menyela
pembicaraan pada waktu yang tidak tepat;
5.
Mengucapkan
terima kasih setelah menerima bantuan orang lain;
6.
Bersikap 3S
(salam, senyum, sapa);
7.
Meminta ijin
ketika akan memasuki ruangan orang lain atau menggunakan barang milik orang
lain;
8.
Memperlakukan
orang lain sebagaimana diri sendiri ingin diperlakukan;.
|
7
|
Percaya Diri
|
Suatu
keyakinan atas kemampuannya sendiri untuk melakukan kegiatan atau tindakan(Permendikbud,
2017)
|
1.
Berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu.
2.
Mampu membuat
keputusan dengan cepat
3.
Tidak mudah
putus asa
4.
Tidak canggung
dalam bertindak
5.
Berani
presentasi di depan kelas
6.
Berani
berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan
|
8
|
Teliti
|
Teliti
berarti cermat, penuh minat,
dan berhati-hati dalam menjalankan sesuatu agar tidak terjadi kesalahan
|
1.
Berhati-hati
dan jeli dalam kegiatan pembelajaran
2.
Tidak
tergesa-gesa dalam mengambil sebuah keputusan.
3.
Mendahulukan pekerjaan
yang lebih penting, rencana matang dan prinsip kerja yang baik.
|
9
|
Kerja Keras
|
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan
tugas dengan sebaik- baiknya.
|
1.
Mengerjakan soal-soal
sampai menemukan jawaban yang tepat
2.
Peserta didik mengerjakan/mengumpulkan tugas
dengan serius dan fokus
3.
Menggulangi praktikum jika belum memperoleh data
yang benar
4.
Peserta didik melakukan pekerjaan sampail
benar-banar terampil dan mengerti.
|
B.
Contoh
Penilaian Sikap Sosial
Nama Sekolah : SMAN 14 Padang
Kelas/Semester : XI/ I
Tahun Ajaran : 2018 / 2019
No
|
Waktu
|
Nama Peserta Didik
|
Catatan Perilaku
|
Butir Sikap
|
Tanda Tangan
|
1
|
10
Agust ‘18
|
Khumaira
Fadilla
|
Menolong orang lanjut
usia untuk menyeberangi jalan raya
|
Kepedulian
|
|
2
|
02
Sep ‘18
|
Apreselia
Agatha
|
Berbohong ketika ditanya
alasan tidak masuk sekolah di ruang guru.
|
Kejujuran
|
|
3
|
18
Okt ‘ 18
|
Kurnia
Putri
|
Menyerahkan dompet yang
ditemukannya di halaman sekolah kepada Satpam sekolah.
|
Kejujuran
|
|
4
|
24
Okt’ 18
|
Dila
Fatunissa
|
Tidak menyerahkan “tugas matematika’ sesuai
dengan batas waktu yang ditentukan
|
Tanggung
jawab
|
|
5
|
2
Nov ‘18
|
Edwin
Saputra
|
Tidak mengikuti upacara disekolah setiap hari senin.
|
Kedisiplinan
|
|
6
|
10
Nov ‘18
|
Lara
Putri Zalni
|
Mengajak teman cabut saat
pelajaran berlangsung
|
Kedisiplinan
|
|
7
|
25
Nov ‘18
|
Wulandari
Erisa
|
Memungut sampah yang
berserakan di halam sekolah.
|
Kebersihan
|
|
8
|
04
Des ‘18
|
Putri
Anggraini
|
Mengajak teman-teman sekelasnya mengumpulkan bantuan
untuk korban bencana alam.
|
Kepedulian
|
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penilaian sikap sosial dilakukan
untuk mengetahui perkembangan sikap sosial siswa dalam menghargai, menghayati, dan
berperilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli (toleransi, gotong royong),
santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan
sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaanya
B.
Saran
Diharapakan
sikap social ini selain menyesuaikan dengan nilai-nilai agama dan kebangsaan
juga diharapkan sesuai dengan kebudayaan
daerah tempat tinggal peserta didik sehingga peserta didik langsung bisa
menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakatnya
DAFTAR PUSTAKA
Abduh
Ghalib Ahmad. 2010. Etika Pergaulan dari A-Z, Solo: Pustaka Arafah
Ahmadi,
abu. 2009. Psikologi sosial .
jakarta: rineka cipta
Bafadal,
Ibrahim. 2013. Panduan Teknis Penilaian Di Sekolah Dasar. Jakarta:
Kemendikbud Dirjen Pendidikan Dasar.
Bandura,
A,1989. Self-efficacy mechanism
in physiological activation
and health-promoting behavior.
In J. Madden,
S. Matthysse, &
J. Barchas (Eds.), Adaptation, learning
and affect (pp.
1169-1188). New York:
Raven
Basuki, I
& Haryanto. 2014. Asesmen Pembelajaran. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya
Dayakisni, Tri. 2009. Psikologi Sosial. Malang:
UMM Press.
Djali. 2006. Psikologi pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Erlangga.
Gerungan,
W.A. 2009. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama
Gusviani,
Evi. 2016. analisis kemunculan sikap spiritual dan sikap sosial dalam kegiatan
pembelajaran ipa kelas IV SD yang menggunakan ktsp dan kurikulum 2013. jurnal
pendidikan dasar vol. 8. no.1 p-issn 2085-1243
Hurlock,
Elizabeth B. 2000. Perkembangan Anak Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Kartono,
Kartini. 2016. Kamus Lengkap Psikologi Terjemahan, Jakarta: Grafindo
kermendikbud,
2017. Panduan penilaian hasil belajar
pada sekolah menengah kejuruan.
Lickona,
Thomas. 2012. Educating for Character. Mendidik untuk Membentuk Karakter.
Jakarta: Bumi Aksara.
Majid,
Abdul. 2014.Penilaian Autentik Proses dan Hasil Belajar. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Mappiare
A. T, Andi. 2006. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: Rajawali
Pers
Muhibbin,
Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu
Pendekatan Baru. Bandung
: Remaja Rosdakary
Mulyasa
E. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan . bandung : rosda
Munandar,Utami.2009.
Pengembangan kreativitas anak berbakat.
Jakarta: Rineka cipta.
Nuryanti,
Lusi. 2008. Psikologi Anak. Jakarta: Kencana.
Permendikbud
No 64 Tahun 2013 tentang standar isi pendidikan dasar dan menengah.
Saifudin, Azwar. 2011. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yokyakarta : Pustaka Pelajar
Sanjaya,
Wina. 2013. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2009. Pengantar Ilmu
Psikologi, Jakarta : Bulan Bintang
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta
Syamsudin.
1997.Studi Wacana Bahasa Indonesia. Depdikbud: Jakarta.
Syamsul
Arifin. 2015. Bambang. Psikologi
Sosial. Bandung: Pustaka Setia
Wuryandani,
Wuri dan Fathurrohman. 2012. Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Ombak.
Yusuf,
Syamsu. 2001. Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung: Rosda
0 comments: